The purpose of this blog is to communicate aspects of life such as philosophy, spiritual, education, psychology, mathematics and science. This blog does not mean political, business oriented, pornography, gender and racial issues. This blog is open and accessible for all peoples. Google Translator may useful to translate Indonesian into English or vise versa. (Marsigit, Yogyakarta Indonesia)
Feb 26, 2011
Elegi Menggapai Sastra Jawa
Oleh Marsigit
Sastra Jawa:
Masih persoalan misteri yang tersembunyi. Kenapa engkau masih risau? Bukankah itu adalah lumrah jika memang membawa manfaat. Salah satu manfaatnya adalah agar kebenaran itu dapat disampaikan dengan cara yang santun. Bukankan ancaman bagi orang yang tidak santun itu adalah kebodohan? Maka dengan ini saya akan memberikan sedikit ruang dan waktunya bagi para anggotaku untuk menguraikan epistemologinya, bagaimana mereka sengaja menyembunyikan ontologinya.
Wangsalan:
Kenalkanlah, aku adalah wangsalan. Pekerjaanku adalah menyampaikan kebenaran ontologis, tetapi epistemologiku adalah dengan cara tak langsung. Yang aku maksud dengan cara tak langsung adalah aku selalu membuat pendahuluan kepada setiap kalimatku agar yang mendengar atau menerima pesan dariku merasa nyaman.
Sastra Jawa:
Berikanlah contohnya?
Wangsalan:
Perhatikan kalimatku ini: “Dewa tirta, tirta andheging baita”.
Dewa tirta adalah Sang Yang Baruna.
Tirta andheging baita adalah pelabuhan.
Maka sebetulnya saya ingin mengatakan:”Pra taruna, kondhang labuhe mring nagara”
Sastra Jawa:
Apakah masih ada contoh yang lain?
Wangsalan:
Perhatikan kalimatku ini:”Ujung jari, balung roning kalapa”
Ujung jari itu adalah kuku.
Balung roning kalapa itu adalah sada.
Maka sebetulnya saya ingin mengatakan:”Winengkua sayekti dadi usada”
Sastra Jawa:
Masih ada yang lain?
Wangsalan:
Perhatikan kalimatku ini:”Balung janur, janur ingisenan boga”
Balung janur itu adalah sada.
Janur ingisenan boga itu adalah kupat.
Maka sebetulnya saya ingin mengatakan:”Widada, lepat saking sambekala”
Sastra Jawa:
Selain wangsalan, apakah masih ada?
Parikan:
Kenalkan saya adalah parikan. Fungsiku adalah untuk menyampaikan ajaran moral.
Sastra Jawa:
Berikan contohnya?
Parikan:
Perhatikan kalimatku ini:”Kandang panggonan sapi”
Sebetulnya saya ingin menyampaikan pesan moral:”Ayo tandang sing premati”
Sastra Jawa:
Oh begitu, saya ingin contoh lagi?
Parikan:
Perhatikan kalimatku ini:”Rujak kawis, wontene ming awis-awis”
Sebetulnya saya ingin mengtakan:”Aja ngawis, nembah Gusti tanpa uwis”
Sastra Jawa:
Baiklah, apakah masih ada yang lainnya?
Purwakinanthi:
Kenalkan aku adalah purwakinanthi. Fungsiku juga seperti yang lainnya, hanya saja aku sangat memperhatikan keindahan.
Sastra Jawa:
Contohnya?
Purwakinanthi:
Perhatikan kalimatku ini:”Rujak laos, digodhog lestari atos”
Sebetulnya saya ingin mengatakan:”Dhurung jegos anggepe kaya wis bonthos”
Sastra Jawa:
Wah menarik, beri contohnya yang lain?
Purwakinanthi:
Perhatikan kalimatku ini:”Rujak jambe rujake wong dhemen ngame”
Sebetulnya saya ingin mengatakan:”tanpa gawe uripmu mung mampir ngombhe”
Sastra Jawa:
Apakah masih ada yang ingin menyampaikan?
Pasemon:
Kenalkan, saya adalah pasemon. Pekerjaan saya adalah menyampaikan pesan moral dengan cara simbolik atau tersirat. Aku sudah sering digunakan oleh para Wali dari Kerajaan Demak Bintara.
Sastra Jawa:
Silahkan beri contohnya?
Pasemon:
Perhatikan bait-bait nyanyianku:
"Ilir-ilir tandure wus sumilir", itulah pasemonku untuk mengajak orang-orang menggapai kesadarannya, karena kesadaran adalah awal dan pangkal dari ilmu. Sedangkan ajakanku itu dikarenakan adanya kesempatan untuk menuntut ilmu.
"Tak ijo royo-royo tak sengguh temanten anyar", itulah pasemonku untuk menggambarkan semangat "munculnya kesadaran" sebagaimana semangatnya temanten anyar.
"Bocah angon-bocah angon penekna blimbing kuwi", itulah pasemonku..bocah angon sama saja dengan bocah gunung pada Elegi saya yang lain, maksudnya adalah "keadaan tidak prejudice". Maka hanyalah orang-orang yang ikhlas dalam hati, berpikir netral, tidak prejudice, tidak berprasangka buruk, ikhlas dalam pikir atau pure-reason lah yang mampu menuntut ilmu. Maka hanya kepada merekalah aku menyuruh untuk menuntut ilmu atau "menek blimbing".
"Lunyu-lunyu penekna, kanggo masuh dodotira", itulah pasemonku untuk menggambarkan bahwa mencari ilmu itu tidaklah mudah, yaitu seperti lunyu (licinnya) memanjat pohon. Ilmu iku kelakone kanthi laku (menek). Dodot itu pakaian (Jawa: jarit/sarung), maka "masuh dodot" itu artinya membasuh baju. Artinya, ilmu itu bermanfaat untuk kepentingan dan kebutuhan menyelesaikan persoalan hidup sehari-hari.
"Dodotira kumitir bedhahing pinggir", itulah pasemonku untuk menggambarkan bahwa hidup itu penuh dengan tantangan, persoalan dan cobaan serta ujian. Kalimatku itu juga untuk menggambarkan bahwa manusia itu punya sifat tidak sempurna. Kumitir itu berkibar, artinya pertanda yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia yang mampu menyadarinya sekaligus kesadaran akan adanya suratan takdir dari Nya.
"Dondomana, jlumatana kanggo seba mengko sore", itulah pasemonku bahwa manusia juga ditakdirkan untuk berikhtiar. Tuhan tidak akan merubah nasib seseorang jika ybs tidak berikhtiar. Kanggo seba mengko sore, itu artinya untuk menggapai alam abadi atau akhirat.
"Mumpung jembar kalangane", itulah pasemonku untuk menggambarkan pentingnya "ruang". Maka sadar akan ruang itu adalah suatu awal dan pangkal dari ilmu. Ruang itu adalah wadahnya ilmu. Sadar ruang itu artinya "mpan papan", mengetahui sedang bicara apa dan kepada siapa serta dimana. Itulah sopan santun memperoleh ilmu. Barang siapa tidak santun maka dia terancam tidak berilmu.
"Mumpung padhang rembulane", itulah pasemonku untuk menggambarkan pentingnya sadar "waktu".Maka sadar akan waktu itu adalah suatu awal dan pangkal dari ilmu. waktu itu adalah wadahnya ilmu. Sadar waktu itu artinya "mpan wektu", mengetahui sedang bicara apa dan kapan bicara. Itulah juga sopan santun memperoleh ilmu. Barang siapa tidak santun maka dia terancam tidak berilmu.
"Yo suraka surak hore", itulah pasemonku untuk menggambarkan bahwa suatu perolehan apapun, disadarai atau tidak disadari, itu harus merupakan kesadaran bahwa yang demikian semata-mata karena kebesaran Allah SWT. Maka manusia itu harus pandai-pandai bersyukur. Amiin.
Sastra Jawa:
Padhang trawangan. Terimakasih, terimakasih pasemon, penjelasanmu sudah sangat jelas.
Pada periode berikutnya saya ingin member kesempatan para “tembang” untuk memperkenalkan dirimu masing-masing, kalau perlu berikan contohnya?
Mijil:
Aku adalah nama tembang. Tetapi aku mempunyai arti sebagai “lahir”. Maka tembanganku itu menggambarkan bagaimana keadaan permulaan kehidupan itu. Berikut adalah contoh tembang mijil:”Madya ratri kentarnya mangikis, sira sang lir sinom, saking taman miyos butulane, datan wonten cethine udani, lampahe lestari, wus ngambah marga gung” (Serat Srikandhi Maguru Manah dalam Soetrisno)
Sinom:
Aku adalah nama tembang. Aku mempunyai arti “muda”. Maksudnya aku bisa melambangkan keadaan seorang anak muda yang mulai berkembang. Tembangku “Mangkana janma utama, tuman-tumaneming sepi, ing saben rikala mangsa, masah amemasuh budi, laire anetepi, ing roh kasatriayanipun, susila anoraga, wignya met tyasing sesame, yeku aran wong barek berag agama”(Serat Wedhatama dalam Soetrisno)
Maskumambang:
Kenalkan, aku juga nama tembang jawa. Maskumambang itu terdiri dari emas atau perhiasan. Kumambang berarti terlihat dan bersinar. Aku menggambarkan keadaan seorang anak yang menuju dewasa, sudah mulai akil balig, bersinar seperti perhiasan emas. Tembangku:”Gelangsaran Putri Cina kawlas asih, Wara Kelaswara, Pedhangen juren wak mami, Aja andedawa lara” (Serat Menak dalam Soetrisno)
Asmaradana:
Kenalkan aku adalah juga nama tembang jawa. Asmara itu cinta, dana itu memberi. Jadi aku menggambarkan keadaan remaja atau orang muda yang sedang berkisah kasih. Tembangku:”Dudu ngakeh trusing gendhing, ngakal lungiting susastra, ngakal ing gendhing jatine, babaring jatining sastra, kawitaning aksara, sawiji alif kang tuduh, mengku gaibul uwiyah” (Serat Sastra Gendhing dalam Soetrisno)
Dhandhanggula:
Dhandang itu hitam. Gula itu manis. Gula hitam itu manisnya madu. Jadi aku menggambarkan seseorang yang telah menemukan manisnya kehidupan, yaitu pasangan suami isteri. Tembangku:”Rukun Islam kang lima puniki, katindakna mring pra sasama, aja padha ditinggalke, rukun lima puniku, sahadate kang angka siji, kang angka lara salat, dene kang katelu, ramadhan nindakna pasa, kapat zakat ping lima ngibadah haji, rukun Islam sampurna” (Anom Surata dalam Soetrisno).
Kinanthi:
Kinanti itu menanti. Aku adalah ajakan untuk menapaki rumah tangga yang baik. Tembangku:”Mangka kanthining tumuwuh, kanthi harsayeng kayun, kanthi pedah luhung, sayekti kanthi utama” (Soetrisno)
Gambuh:
Gambuh itu cocok, harmoni, seimbang, jumbuh, selaras, serasi. Aku melambangkan kehidupan rumah tangga yang mawadah, warokhmah dan sakinah. Tembangku:”Rasaning tyas kayungyun, angayomi lukitaning gambuh, gambir wana kalawan hening ing ati, katenta kudu pitutur, sumingkiring reh tyas mirong” (Serat Sabdatama dalam Soetrisno)
Durmo:
Dur itu mundur. Mo itu momor. Maksudnya adalah aku menggambarkan keadaan di mana manusia sudah saatnya mundur dari dunia dan maju menghadapi akhirat. Tembangku:”Gunane sanepan paribasan jawi, ngaka madya krama hinggil, lire tata krama, kanggo jroning pasrawungan, tindak tanduk kang becik, tan tanpa kulakan, nanging bisa mranani”(Purwadi, Desa Mawa cara dalam Soetrisno)
Pangkur:
Pangkur betul-betul mungkur. Tidak ada waktu lagi untu menunda persiapan akhir menuju akhirat. Tembangku:”Mingkar mingkuring ukara, akarana karenaning mardisiwi, sinawung resmining kidung, sinuba sinukarta, mrih kretarta pakartine ngelmu luhung, kang tumrap neng tanah jawa, agama ageing aji”(Serat Wedhatama dalam Soetrisno)
Megatruh:
Megat itu pisah. Ruh itu arwah. Megatruh itu pisahnya jiwa dan raga atau meninggal dunia. Tembangku:”Para jalma sajroning jaman pakewuh, kasudranira andadi, durune saya ndarung, keh tyas mirong murang margi, kasekten wus nora katon”(Serat Sabda Jati dalam Soetrisno)
Pocung:
Pocung adalah tata cara ngrupti orang meninggal dunia, memandikan, menyolatkan dsb. Tembangku:”Bapak pucung dudu watu dudu gunung, sangkaning ing sabrang, ngon-ingoning sang Bupati, yen lumlaku si pucung lembehan grana”.
Sastra Jawa:
Baik..baik..wah..wah njlimet tenan. Terimakasih. Semoga bermanfaat. Amiin
Referensi:
Dr. Soetrisno, R, MSi, 2004, Nilai Filosofis Kidung Pakeliran, Yogyakarta: Adita Pressindoesti
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Aizza Zakkiyatul Fathin
ReplyDelete18709251014
Pps Pendidikan Matematika A
Dari elegi ini Saya menjadi kagum akan budaya jawa dan bangga menjadi orang jawa. Setiap kebudayaan pastilah memiliki arti dan makna untuk kehidupan. Demikian juga dengan sastra Jawa. Sastra Jawa tidak hanya menampilkan keindahan tetapi makna yang dalam untuk kehidupan. Seperti sudah dijelakan dalam elegi mengenai tembang mocopat. Tembang mocopat itu menceritakan kehidupan manusia dari mulai lahir sampai meninggal dunia. Dalam tembang mocopat itu memberi makna bagaimana manusia harus melewati step-step dalam kehidupannya.
Dini Arrum Putri
ReplyDelete18709251003
S2 P Math A 2018
Saya kurang mengerti tentang beberapa kalimat bahasa jawa di atas. Namun yang saya bisa simpulkan bahwa jawa merupakan salah satu suku , budaya ataupun ras yang masih sangat erat dengan kebudayaan daerahnya dengan berbagai tradisi yang masih kental yang diterapkan dalam hari-hari besar sehinga budaya jawa dianggap sebagai budaya yang menampilkan keindahan sukunya.
Agnes Teresa Panjaitan
ReplyDeleteS2 Pendidikan Matematika A 2018
18709251013
Sebagai seseorang yang bukan berasal dari suku jawa, saya tertarik untuk mengenal dan mengetahui kebudayaan jawa. Kebudayaan jawa yang kenal dengan upacara adat, bahasa dan pepatahnya bila ditelusuri memuat banyak pesan kehidupan seperti attitude yang selalu dipegang teguh oleh masyarakatnya. Oleh sebab itu, selama saya berada di Yogyakarta saya akan berusaha untuk mempelajari dan mengenal adat istiadat jawa tanpa menghilangkan adat yang sudah saya miliki. Menurut saya, sebagai seorang warga negara Indonesia, kebudayaan adalah salah satu hal yang patut kita syukuri dan banggakan dari negara kita. Kekayaan budaya adalah warisan yang tidak ternilai harganya.
Seftika Anggraini
ReplyDelete18709251016
S2 PM A 2018
Elegi ini menunjukkan bahwa Suku Jawa telah mengenal filsafat sejak zaman dahulu. Filsafat Jawa itu sangat mendalam. Sebagi orang Jawa, untuk belajar filsafat tidak perlu mencari guru yang jauh atau mencari bacaan berbahasa lain karena sebenarnya orang Jawa sudah memiliki filsafatnya sendiri. Selain itu, filsafat Jawa tidak kalah dengan filsafat yang lain. Contoh-contoh dalam elegi ini menunjuukan bahwa sastra Jawa mengajarkan banyak hal mulai dari menata diri sendiri, berinteraksi dengan orang lain, bahkan hingga merawat orang yang meninggal dunia.
Terima kasih
Hasmiwati
ReplyDelete18709251023
S2 Pend.Matematika B 2018
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Dalam sastra Jawa terdapat banyak karya yang mengandung pesan atau nasihat yang ingin disampaikan oleh para penciptanya. Pesan atau nasihat itu meliputi segala pesan atau nasihat yang sangat baik bila diterapkan dalam kehidupan manusia. Inilah cara orang jawa untuk menyampaikan pesan atau nasihat kepada orang lain, menggunakan cara yang halus dan sopan, bahkan dengan memikirkan keindahan di dalamnya. Orang yang bijaksana sangat berhati – hati dalam segala hal, supaya tidak terjerumus pada hal yang sia – sia. Demikian halnya dengan sastra jawa, bisa dijadikan salah satu sarana untuk menjalani kehidupan yang lebih baik. Seperti guru itu digugu dan ditiru, itu artinya menjadi guru adalah suatu yang sangat mulia, karena yang boleh ditiru itu adalah orang yang memang punya keistimewaan dimata Allah.
Herlingga Putuwita Nanmumpuni
ReplyDelete18709251033
S2 Pendidikan Matematika B 2018
Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan suku dan budaya, dimana setiap suku memiliki masing-masing bahasa daerahnya. Berbicara tentang bahasa, berbicara tentang tentang sastra. Bahasa daerah juga memiliki sastranya sendiri. Pada elegi ini dikhususkan dibahas tentang sastra Jawa. Seperti yang kita ketahui bahwa di dalam sastra Jawa terdapat beberapa jenis tembang macapat. Di dalam setiap lirik atau syair dari masing-masing jenis dari tembang tersebut terdapat makna yang mendalam. Makna yang terkandung memiliki nilai-nilai filsafah hidup yang baik untuk dijadikan contoh. Dan sebagai generasi muda sudah seharusnya kita mampu menjaga kelestarian budaya termasuk bahasa dan sastra daerah, tidak terkecuali juga melestarikan dan menjunjung nilai-nilai filsafah hidup yang baik tersebut untuk dijadikan pedoman.
Yoga Prasetya
ReplyDelete18709251011
S2 Pendidikan Matematika UNY 2018 A
Setiap karya pasti memiliki pesan yang tersirat didalamnya, begitu juga dengan sastra Jawa yang telah dituliskan di atas. Saya bangga menjadi orang Jawa, karena tidak ada yang tidak mengenal orang Jawa di Indonesia ini. Setiap pelosok negeri selalu terdapat orang Jawa. Orang Jawa terkenal dengan sopan santunnya, etika, tradisi dan budaya yang masih kental di hati dan masih selalu dilakukan. Budaya Jawa selalu dikaitkan dengan kehidupan manusia, mulai dari lahir sampai nanti meninggal dunia. Nasihat dan pesan moral yang disampaikan hendaknya menjadi bahan pelajaran bagi anak-anak muda dalam menghadapi zaman yang saat ini semakin merosot nilai kebudayaannya.
Fany Isti Bigo
ReplyDelete18709251020
PPs UNY PM A 2018
Indonesia adalah negara kaya budaya. Oleh karenya kebudayaan yang kita miliki hendaknya dijaga dan dipelihara. Hal ini karena didalam budaya itu terkandung sebuah makna/nasehat tertentu. Seperti sastra jawa, yang dalam penulisannya menggunakan gaya bahasa yang halus dan sopan. Selain itu banyak nasehat yang bisa kita ambil dari sana sehingga bisa mejadikan kita lebih baik lagi dalam menjalani kehidupan, meskipun untuk memahaminya perlu waktu yang tidak singkat.
Tiara Cendekiawaty
ReplyDelete18709251025
S2 Pendidikan Matematika B 2018
Sejatinya pepatah jawa sangatlah banyak manfaatnya apabila kita mampu menarik makna dari pepatah tersebut. Beberapa mitos di jawa apabila kita logikan juga mengandung makna yang dalam. Jadi pada intinya, ambillah yang baik-baik apabila dilogikan sesuai dengan syariat agama karena tidak ada salahnya mengenal dan belajar budaya jawa.
Bayuk Nusantara Kr.J.T
ReplyDelete18701261006
Dalam sastra jawa juga terdapat filsafat yang erat kaitannya dengan kemampuan berfikir secara tepat dan benar serta dapat dipertanggung jawabkan. Oleh karenanya yang harus dipenuhi dalam berfikir kritis diantaranya harus sistematis, harus konsepsional,harus koheren, harus rasional, harus sinoptik serta harus mengarah kepada pandangan dunia.
Yuntaman Nahari
ReplyDelete18709251021
S2 Pendidikan Matematika A 2018
Sastra Jawa sangat erat kaitannya dengan filsafat. Dalam karya sastra jawa selalu terkandung nilai filsafat di dalamnya. Sebagai contoh adalah ketoprak yang merupakan jenis seni pentas drama tradisional yang diyakini berasal dari Surakarta dan berkembang pesat di Yogyakarta. Setiap adegan/peran yang ada dalam ketoprak senantiasa membawa nilai filsafat yang terkandung di dalamnya. Sebagai contoh adegan penusukan dalam ketoprak mengandung makna godaan yang datang terhadap manusia. Nilai yang ada dalam sastra jawa sama dengan maksud yang terkandung dalam filsafat, yakni disebalik peristiwa selalu memiliki makna di dalamnya. Selain itu, filsafat bilangan dalam bahasa Jawa juga mengandung makna filsafat di dalamnya. Selikur (21) berarti lungguh ing kursi, yakni pada umumnya manusia mendapatkan tempat duduknya/kedudukannya di usia tersebut.
Rindang Maaris Aadzaar
ReplyDelete18709251024
S2 Pendidikan Matematika 2018 (PM B 2018)
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Mempelajari sastra jawa akan membawa dalam kebaikan karena penuh dengan nasehat untuk menajali hidup. Ada beberapa nasehat yang saya pelajari dari sastra jawa. Salah satunya adalah “nek arep golek pangkat aja kudung lan macan”. Kalau ingin meraih derajat dan pangkat, ijazah atau segala macam jangan “kudung lan macan”. “Kudung lan macan” itu artinya topeng, bohong, menipu, plagiat. Jika berbuat demikian maka tunggu kejatuhanmu suatu saat. Oleh karena itu, segala sesuaut harus disertai dengan kerja keras untuk meraih hasil yang maksimal
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Rindang Maaris Aadzaar
ReplyDelete18709251024
S2 Pendidikan Matematika 2018 (PM B 2018)
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Sastra Jawa memang penuh dengan nasihat. Nasihat sastra Jawa lainnya yang selalu saya ingat juga adalah “sak bejo bejone wong lali, iseh bejo wong eling lan waspada”. Setinggi-tingginya engkau merasa beruntung, tapi jika beruntung karena menipu, lebih beruntung orang yang hanya memiliki untung kecil. Jika memiliki untuk satu triliun tapi menipu, ternyata lebih beruntung dari orang yang untungnya seribu tapi jujur. Oleh karena itu, jika ingin menjadi manusia yang baik harus senantiasa berbuat baik dalam jalan yang baik pula dan jangan sampai gelap mata karena adanya iming-iming kekuasaan
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Eka Puspita Sari
ReplyDelete18709251035
S2 PM B 2018
Terimaksih Prof, elegi ini membuat saya semakin bangga menjadi bagian dari suku Jawa, walaupun sebenarnya saya belum mengerti dengan jelas setiap arti dari bahasa Jawa yang digunakan dalam sastra tersebut. Bukan hanya suku Jawa yang sarat akan makna sastranya, tentunya suku lain bahkan setiap suku pasti memiliki kekayaan-kekayaannya masing-masing, karena itulah indahnya Indonesia. Seperti berbagai macam tembang Jawa yang menceritakan kehidupan manusia sejak mulai dilahirkan hingga tiba saatnya untuk kembali pada sang Pemilik nya.
Dita Aldila Krisma
ReplyDelete18709251012
PPs Pendidikan Matematika A 2018
Sastra jawa kaya akan moral value nya. Saya tertarik dengan macapat. Sejak dibangku sekolah, pelajaran basa jawa mengajarkan macapat. Temapng macapat menggambarkan perjalanan hidup manusia mulai dari alam ruh sampai meninggal dunia. Maskumambang – manusia masih di alam ruh yang kemudian ditanamkan dalah Rahim ibu. Mijil – lahir. Sinom – masa muda. Kinanthi – membutuhkan tuntunan atau jalan yang benar. Asmarandana – masa-masa dirundung asmara. Gambuh – membangun rumah tangga. Dhandhanggula – manis-manisnya hidup mencapai kemapaman. Durma – berempati dengan sekiar/ bersedekah. Pangkur – menyingkirkan hawa nafsu. Megatruh – terpisahnya nyawa dari jasad. Pocung – jasad dibungkus kain kafan.
Elsa Apriska
ReplyDelete18709251005
S2 PM A 2018
Indonesia yang begitu kaya akan suku bangsa termasuk suku Jawa. Setiap suku memiliki kebudayaan yang unik dan berbeda termasuk sastra Jawa. Saya sebagai mahasiswa yang bukan berasal dari Jawa memang tidak banyak mengetahui tentang budaya Jawa. Dari elegi di atas bisa sedikit saya pahami bahwa di dalam setiap sastra Jawa terdapat berbagai jenis tembang. Dimana setiap lirik memiliki makna filsafat dalam kehidupan. Ini kembali menyadarkan kita bahwa filsafat sangat dekat dengan kehidupan.
Diana Prastiwi
ReplyDelete18709251004
S2 P. Mat A 2018
Sastra jawa terdiri dari tembang, parikan, maupun lakon wayang yang senantiasa memberikan nsihat. Makna nasihat yang terkandung di dalamnya begitu mendalam. Disampaikan dengan bahasa yang indah dan halus serta sarat akan makna. Seperti demikian ini seharusnya nasihat diberikan. Nasihat dengan penyampaian yang baik dengan tata bahasa yang halus dan sopan akan lebih mengena dan didengar daripada nasihat yang disampaikan dengan mengggunakan kata-kata kasar.
Endah Kusrini
ReplyDelete18709251015
S2 Pendidikan Matematika A 2018
Setiap daerah di Indonesia pasti memiliki adat istiadat dan kebudayaannya masing-masing. Kebudayaan Jawa merupakan salah satu dari sekian banyak kekayaan budaya Indonesia. Pandangan-pandangan atau ajaran-ajaran hidup orang jawa sangatlah menarik dan luar biasa. Segala hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia ada dalam aturan Jawa.
Luthfannisa Afif Nabila
ReplyDelete18709251031
S2 Pendidikan Matematika B 2018
Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh
Kita seharusnya bangga dengan budaya kita contohnya sastra Jawa. Sastra Jawa memiliki keunikan tersendiri yang tidak dimiliki oleh sastra lain. Kita patut bangga dengan hal itu. Tanpa kita sadari, sastra jawa mengandung makna berupa nasihat untuk mengajak kita dalam kebaikan. Bahkan, dalam sastra jawa kita memiliki tembang-tembang yang mengisahkan tentang perjalanan hidup manusia sejak lahir sampai mati. Suatu keistimewaan yang patut untuk kita banggakan dan lestarikan agar generasi berikutnya juga bisa merasakannya dan tidak hanya menjadi cerita belaka. Terima kasih.
Wassalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.
Ibrohim Aji Kusuma
ReplyDelete18709251018
S2 PMA 2018
Peri kehidupan jawa banyak yang menggunakan pesan tersirat. Pesan tersirat biasanya sangat luas dan dalam sehingga setiap orang bisa menggali maksudnya secara berbeda-beda. Oleh karena itu, sesungguhnya orang-orang jawa zaman dahulu sudah bisa berfikir secara intensif maupun ekstensif. Orang-orang jawa zaman dahulu sebenarnya sudah berfilsafat.
Ibrohim Aji Kusuma
ReplyDelete18709251018
S2 PMA 2018
Sayangnya, orang-orang Indonesia sendiri malah sedikit sekali mempelajari kehidupan orang-oang jawa terdahulu. Seandainya mereka mau mempelajari filsafat jawa tentu saja bukan filsuf semacam plato, socrates dll yang bermunculan pada pustaka-pustaka filsafat Indonesia.
Nur Afni
ReplyDelete18709251027
S2 Pendidikan Matematika B 2018
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Obyek pikir filsafat ialah meliputi semua yang ada dan yang mungkin ada. Demikian pula dengan sastra jawa juga dapat kita jadikan sebagai objek pikir filsafat yang kita refleksikan melalui olah pikir filsafat. Di samping indah didengar dan diucapkan, di dalam sastra jawa terdapat banyak sekali pesan dan nasehat yang disampaikan dengan cara tidak langsung. Bahasa yang digunakan tidak dapat dengan mudah langsung dipahami oleh pendengarnya, tetapi setiap kalimatnya memiliki makna yang mendalam. Dengan nasihat yang seperti itu, orang-orang tidak akan mudah tersinggung. Dalam bahasa filsafat, sastra jawa memiliki epistemologi (cara) untuk menyembunyikan ontologi (hakekat)-nya.
Samsul Arifin/18701261007/S3 PEP
ReplyDeleteBudaya jawa terkenal memiliki banyak filosofi yang tersirat. Sastra Jawa adalah salah satu buktinya. Dalam sastra Jawa seringkali mengandung filosofi yang berkaitan dengan kehidupan, contohnya bagaimana kita harus berinteraksi dengan orang lain, menjalani kehidupan, dan bahkan merawat orang yang sudah meninggal pun ada. Dapat disimpulkan bahwa suku Jawa telah mengenal filsafat sejak zaman dulu.
Aulia Nur Arivina
ReplyDelete18709251051
S2 Pendidikan Matematika C 2018
Assalamu’alaikum wr.wb.
Dari elegi menggapai sastra jawa, saya belajar bahwa tembang mocopat melambangkan kehidupan manusia dari dalam kandungan sampai meninggal. Tembang maskumambang menggambarkan bayi yang masih dalam kandungan. Temabang mijil menggambarkan kelahiran bayi. Tembang sinom menggambarkan tentang manusia di masa muda yang penuh dengan impian. Tembang khinanti menggambarkan seseorang membutuhkan tuntunan dan ilmu untuk menggapai masa depan. Tembang asmaranda menggambarkan manusia yang sedang kasamaran. Tembang dhandang gula menggambarkan keberhasilan dalam menggapai cita-cita. Tembang durma menggambarkan rasa syukur setelah mendapat nikmat dari Allah SWT. Tembang pangkur menggambarkan manusia menyingkirkan hawa nafsu. Tembang megatruh menggambarkan tentang pisahnya ruh dan raga. Dan tembang pocung menggambarkan manusia meninggal dan dibungkus dengan kain kafan. Dalam tembang mocopat terdapat petuah-petuah hidup, adab, tata krama dan hal yang positif dalam kehidupan.
Aulia Nur Arivina
ReplyDelete18709251051
S2 Pendidikan Matematika C 2018
Assalamu’alaikum wr.wb.
Sastra jawa tidak hanya tembang mocopat saja, tetapi ada tembang dolanan. Dalam elegi ini telah dituliskan tembang dolanan yang judulnya padang bulan. Tembang dolanan juga banyak tersirat petuah. Jawa kaya akan karya sastranya. Karya sastra yang menggambarkan kehidupan manusia. Orang jawa biasanya percaya dengan hal-hal yang jika dinalar itu di luar pikiran kita. Tetapi orang jawa percaya karena ilmu yang dimiliki orang jawa adalah ilmu titen. Ilmu titen adalah ilmu warisan leluhur Jawa dimana seseorang mampu menebak perkara/kejadian yang akan terjadi. Ilmu tersebut tidak bisa disamakan dengan ramalan, karena berasal dari pengamatan atau analisa pengalaman yang telah terjadi sebelumnya.
Wilis Putri Hapsari
ReplyDelete19701251017
S2 PEP A 2019
Sastra jawa sebagai salah satu kajian filsafat selalu memberikan banyak pencerahan lintas kajian kehidupan. Wangsalan, parikan, pasemon, dan berbagai tulisan sebagai alat penyampai makna yang sarat mengkaji hikmah-hikmah kehidupan yang diangkat dari kejadian-kejadian dan fenomena-fenomena umum yang terjadi dalam masyarakat. Di zaman sekarang dimana inovasi menjadi disrupsi berbagai dimensi, sastra jawa mampu bertahan dalam menerangkan makna kehidupan dengan caranya sendiri dan bagi siapapun yang mau belajar, sastra jawa tidak akan mengecewakan.
Dhamar Widya Safitri
ReplyDelete19701251009
S2 PEP A 2019
Assalamualaikum.
Bahasa jawa memiliki daya tarik yang sangat besar. Banyak aspek yang bisa diperdalam dalam bahasa jawa. Ini baru satu bahasa di Indonesia, masih banyak bahasa di Indonesia yang bisa diperdalam dan pasti memiliki daya tarik yang jauh lebih beragam. Maka, banggalah dengan budaya dan bahasa daerah masing-masing.
Terimakasih