The purpose of this blog is to communicate aspects of life such as philosophy, spiritual, education, psychology, mathematics and science. This blog does not mean political, business oriented, pornography, gender and racial issues. This blog is open and accessible for all peoples. Google Translator may useful to translate Indonesian into English or vise versa. (Marsigit, Yogyakarta Indonesia)
Oct 14, 2011
Elegi Menyesali Rumahku Yang Terlalu Besar
Oleh Marsigit
Rumah Besar:
Wahai pemilik rumah, kenapa engkau terlihat kurang merawatku. Padahal aku telah engkau bangun dengan biaya yang sangat besar dan melibatkan semua potensimu. Engkau juga tidak membangun rumah ini hanya sendirian. Beberapa generasi sebelummu dan generasimu sekarang juga masih terus terlibat pembangunan rumahmu ini. Bahkan petualangan generasi pendahulumu menjajah Bangsa-bangsa lain itupun dalam rangka membangun rumah ini. Aku telah tercipta menjadi rumah super lengkap, super canggih dan supermodern. Aku itulah sebenar-benar Mega Proyek bangsamu itu. Maka tolong rawatlah diriku dengan baik.
Pemilik Rumah:
Oh maaf....wahai rumahku yang tercinta. Maaf aku sampai sedikit tidak merawat dirimu. Bukanlah aku sengaja melupakan dirimu, tetapi ketahuilah...dikarenakan dirimu terlalu besar itulah maka aku sendiri hampir tidak dapat mengenali dirimu lagi. Apalagi jika harus mengingat-ingat detail dari bangunanmu, disamping datanya sudah hilangg karena terlalau lamanya, tetapi juga karena engkau sudah terlalu rumit dipahami. Bagaimana aku bisa merawat dirimu dengan baik, jika aku sendiri lupa dan tidak paham bagian-bagianmu. Tolong..wahai rumah besarku...ceritakan kepadaku sepintas saja tentang ciri-cirimu, fungsi dan manfaatmu, agar aku bisa mengingat-ingatmu kembali.
Rumah Besar:
Baik tuanku. Aku si Rumah Besar adalah salah satu pusat peradaban dunia. Aku dibangun selama berabad-abad tidak hanya oleh satu generasi tetapi oleh lebih dari 5 generasi. Maka aku telah tercipta menjadi sebuah rumah besar yang paling lengkap di dunia. Aku juga akan berbangga hati jika para penghuniku menjulukiku sebagai Metropolitan. Puncak prestasi dan pencapaianku adalah aku merasa mampu menyediakan semua dan segala kebutuhan penghuni-penghuniku. Saya ulangi, aku merasa mampu menyediakan semua dan segala kebutuhan penghuni-penghuniku.
Pemilik Rumah:
Ntar dulu..jangan tergesa bicara manfaat atau fungsi. Ceritakan dulu siapa yang membangunmu dan bagaimana membangunnya.
Rumah Besar:
Baik tuanku. Aku dibangun sejak abad 16. Mulanya aku adalah pusat kerajaan, tetapi karena kerajaannya berkembang pesat maka mulailah diperlukan pengembangan. Apalagi setelah kerajannmu itu mampu menjajah bangsa-bangsa lain di dunia, maka hasil jajahan dan jarahannya itu dapat digunakan untuk memperbesar rumahmu ini. Jadilah sekarang aku sebagai salah satu rumah terbesar di dunia, dan menjadi salah satu ikon di dunia.
Pemilik Rumah:
Sebutkanlah ciri-ciri atau strukturmu itu?
Rumah Besar:
Begitu besarnya rumahmu itu, maka untuk mengetahui detailnya, tidak cukup kalau hanya dilihat dari dari darat saja. Maka aku sarankan agar engkau mengamati dan menelitiku juga dari udara, darat, laut dan dari bawah tanah.
Pemilik Rumah:
Lho..mengapa mesti harus mengamati dari udara, laut, darat dan bawah tanah?
Rumah Besar:
Itulah kehebatan rumahmu. Sangking besarnya rumah ini sehingga engkau sendiri kewalahan untuk memahaminya. Saya teruskan.... Ketahuilah bahwa Rumah Besarmu ini terdiri dari 3 (tiga) struktur, yaitu struktur atas, struktur tengah dan struktur bawah.
Pemilik Rumah:
Tolong jelaskan lebih rinci tentang struktur atas, struktur tengah, dan struktur bawah?
Rumah Besar:
Struktur atas meliputi gedung-gedung pencakar langit, menara, center point, gondola, kereta gantung, jembatan layang, monoreel, pusat pengendali informasi, restoran terbang, taman gantung, teater angkasa, lapangan gantung, kolam renang gantung, ..terowongan udara..dst. Struktur tengah meliputi bangunan rumah-rumah penduduk, tempat peribadatan kuno, lapangan, rel KA, jalan raya, toko-toko, taman kota, dst. Sedangkan struktur bawah meliputi Under Ground Tube, Under Ground Railway Station, gedung tingkat 10 (sepuluh) tetapi menjulang kebawah, pasar bawah tanah, sirkus bawah tanah, kolam bawah tanah, taman bawah tanah, gondola bawah tanah, pusat pengendali bawah tanah, teater bawah tanah, sepak bola bawah tanah, mall bawah tanah, restoran bawah tanah, jembatan bawah tanah, terowongan bawah tanah..dst.
Pemilik Rumah:
O..oo..oo sayang terlalu kecil otakku itu, sehingga aku banyak melupakan kekayaanku itu. Jangankan merawat dan memanfaatkan dirimu, mengingat dirimu saja aku sudah mulai kesulitan. Coba teruskan sebut ciri-ciri yang lain dan juga siap saja penghuninya dan bagaimana karakteristiknya.
Rumah Besar:
Itulah diriku...si Rumah Besar milikmu. Sebagai akumulasi bangunan yang dibuat oleh beberapa generasi dengan megambil kemakmuran seluruh dunia untuk membiayainya, maka sempurnalah diriku itu. Segala kebutuhanmu dan kebutuhan penghuni-penguhinya terjamin ada dan sangat memuaskan. Semuanya ada di sini. Tidak hanya kebutuhanmu dan kebutuhan mereka, maka semua yang engkau pikir dan akan engkau pikir sudah aku sediakan di sini. Jadi tak usah khawatirlah...begitu.
Pemilik Rumah:
Tetapi....kenapa engkau mengeluh kurang perawatan?
Rumah Besar:
Itulah imbalan atau tuntutanku dari kamu sebagai pemiliknya dan dari mereka sebagai penghuninya. Tidaklah ada yang gratis di rumahku itu. Itu adalah syarat-syarat yang sudah kita tetapkan bersama. Agar aku tetap besar dan akan selalu menjadi besar maka semua penghuniku harus memberi tebusannya yang sepadan kepada diriku.
Pemilik Rumah:
Bagaimana jika ada penghuni yang tidak bisa merawat karena tidak mampu membayar?
Rumah Besar:
Itulah hukumnya tuan. Seperti yang telah aku katakan di muka, tidaklah ada yang gratis di rumah ini. Maka bagi mereka yang tidak mampu merawat dan tidak mampu membayar akan aku usir dari rumah ini. Jika mereka tetap tidak mau pergi dan ingin tinggal di rumah ini ya terpaksa mereka harus mau menjadi kerak-kerak atau sampah atau kotoran yang siap menghuni tempat-tempat atau bak sampah..begitu.
Pemilik Rumah:
Wahai para penghuni Rumah Besarku, bagaimanakah kesan-kesanmu mendiami rumah ini?
Para Penghuni Rumah:
Wahai pemilik rumah..sungguh rumah ini sangat mengagumkan. Aku sangat puas dengan fasilitas yang ada di rumah ini. Semua kebutuhanku ada semua di rumah ini. Jangankan kebutuhan, semua yang aku pikir dan akan aku pikirpun sudah ada di sini.
Pemilik Rumah:
Wahai penghuni rumah...tetapi kenapa engkau tidak mampu merawat semua bagian dari Rumah Besar ini?
Para Penghuni Rumah:
Bagian yang mana yang tidak aku rawat? Yang mana yang tidak aku manfaatkan?
Pemilik Rumah:
Itu ada tempat peribadatan sudah satu abad tidak dipakai, dibiarkan saja kosong tidak digunakan sebagai mana mestinya.
Para Penghuni Rumah:
Wahai pemilik rumah. Seumur hidupku, jika engkau menyuruhku untuk menjelajahi rumah ini maka aku tidak akan mampu. Seperti halnya dirimu dan juga penghuni yang lain. Maka cara saya menghuni rumahmu itu adalah dengan menjelajahi bagian-bagian yang saya anggap penting dan menyenangkan saja. Hal yang penting dan menyenangkan bagi diriku ternyata juga sama dengan penghuni yang lain.
Pemilik Rumah:
Ya..ya..tetapi jelaskanlah mengapa engkau abaikan itu tempat ibadah?
Para Penghuni Rumah:
Wahai pemilik rumah..janganlah engkau berlaku munafik terhadap diriku. Aku melihat engkau juga merasakannya. Bukankah dengan kelengkapan, dengan kecanggihan, dengan fasilitas yang serba ada ini, maka rumah ibadah itu menjadi tidak penting dan tidak menarik?
Pemilik Rumah:
Kenapa rumah ibadah tidak menarik?
Para Penghuni Rumah:
Bukankah engkau sendiri yang menciptakan berbagai macam hiburan. Di rumah ini sudah sangat lengkap ada berbagai hiburan dan kegiatan, sepak bola atas tanah, sepak bola bawah tanah, circus atas tanah, circus bawah tanah, teater atas tanah, teater bawah tanah, taman atas tanah, taman bawah tanah, ...semuanya...atas tanah...bawah tanah...atas tanah...bawah tanah.. Belum lagi fasilitas dan hiburan yang tergantung di atas langit...wah..wah sungguh sempurna bangunan ini. Seumur-umur saya jika engkau suruh aku menikmati hiburan di bawah tanah saja aku belum cukup waktu untuk menikmati semuanya. Singkat kata, bagi diriku dan bagi penghuni yang lain, ibadah itu jadi terasa hambar, kurang bermakna, kurang relevan dan tidak sinkron dengan lingkungan. Jangankan beribadah, berkeluarga atau mempunyai anak saja aku tidak sempat, sangking banyaknya dan hobinya bekerja. Rumah Besarmu itu ternyata tidak hanya menyediakan tempat tinggal, dia juga memberi dan menawarkan banyak sekali pekerjaan. Aku dan para penghuni Rumah Besar ini menjadi sangat sibuk sekarang. Aku selalu kekurangan waktu untuk menelusuri Rumah Besar ini. Untuk kegiatanku sehari-hari, ibaratnya 30 jam perhari masih saja aku kekurangan waktu, 9 hari perminggu juga masih merasa kurang waktu, 40 hari perbulan atau 15 bulan pertahun, aku selalu kekurangan waktu untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaanku. Dari ribuan jalan dan gang yang ada di Rumah Besar ini, seumur-umur hidupku paling banter aku hanya bisa menelusuri puluhan saja.
Pemilik Rumah:
Baik..katakanlah aku ingin mengetahui bagaimana perasaanmu sekarang, apa kecenderungan, tontonan atau hiburan apa yang paling favorit bagimu semua dari dalam Rumah Besar ini?
Penghuni Rumah:
Untuk satu generasiku ini, maka mereka semua sedang gandrung dengan sepak bola, ..maka semua yang penting, semua yang dirasakan, semua yang dijual, semua yang dipikirkan adalah sepak bola. Wah luar biasa...sepak bola itulah hidup dan matiku sekarang ini. Sepak bola itulah hidup dan matinya para penghuni rumah ini termasuk dirimu tentunya.
Pemilik Rumah:
Wah..hah..cocok..cocok..ternyata keteranganmu itu dapat mewakili pikiran dan jiwaku. Lalu sebaiknya gemana?
Para Penghuni Rumah:
Aku usul kepadamu...dari pada susah-susah merawat tempat ibadah..lebih baik di jual saja. Nah uangnya kan bisa untuk nonton bal-balan bareng, nonton film bareng, berenang bareng, circus bareng, piknik bareng..dst...bareng.
Pemilik Rumah:
Whus..lha nanti kalau ditanya tentang agama? Apa pula agama kita itu jika tempat ibadah dijual?
Para Penghuni Rumah:
Gak usah khawatir..katakan saja agama kita adalah Sepak Bola,...gitu aja kok repot.
Pemilik Rumah:
Lha Rumah Besar kita jadinya akan diberi nama apa?
Para Penghuni Rumah:
Rumah Besar kita ini beri nama saja Kota Metropolitan...boleh London..boleh Tokyo...boleh New York...boleh...bahkan boleh Jakarta.
Pemilik Rumah:
Lho kalau begitu ...pas...kita juga akan memperbesar rumah kita dengan slogan “Mega Proyek Indonesia”?..begitu..?
Para Penghuni Rumah:
Saya agak khawatir jangan-jangan itu hanya mimpi? Atau sekedar konsumsi penyejuk ruangan saja. Lihat tuh...jangankan Indonesia...Negara supertangker Dubai saja akhirnya terlilit dan terjerat hutang dan bangkrut negaranya, gara-gara ambisi yang sama?. Tetapi jika slogan itu serius dan mampu diwujudkan, ya jadinya pas juga dengan persiapan kita menjual rumah ibadah dan mengganti agama kita dengan Bal-Balan. Gitu dheh...?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Dini Arrum Putri
ReplyDelete18709251003
S2 P Math A 2018
Semakin besar kekayaan yang seseorang miliki dan semakim besar kekuasaan yang seseorang miliki pula maka semakin lupa ia dengan dirinya sendiri. Terkadang begitulah manusia, kita sering lupa oleh siapa kita diciptakan, siapa yang memberi kita rezeki, siapa yang memberikan kita kebahagiaan namun kita sering lupa untuk berterimakasih dan bersykur kepada Allah. Sering lupa beribadah dan melupakannya padahal semua yang kita miliki di dunia tidaklah bersifat selamanya dan dalam sedetik pun jika Allah mau maka akan hilanglah yg kita miliki.
Ibrohim Aji Kusuma
ReplyDelete18709251018
S2 PMA 2018
Rumah besar istimewa ini ibarat dunia. Dunia terdiri dari beberapa struktur. Cara mendefinisikan struktur dunia bisa bermacam-macam tergantung paradigma yang digunakan. Setiap struktur juga terdiri dari bermilyar-milyar pangkat milyar milyar bagian. Sehingga manusia tidak akan pernah sangguh menjelajahi atau mengetahui segala hal yang ada di dunia ini.
Ibrohim Aji Kusuma
ReplyDelete18709251018
S2 PMA 2018
Yang sangat disayangkan adalah siapa yang menjadi penghuni dari rumah tersebut. Lebih jelas lagi, siapa yang tinggal di dunia sekarang? Jawabnnya adalah manusia. Lalu, apa yang manusia lakukan ketika tinggal di dunia? Jawabnnya sangat beragam bisa bermilyar milyar pangkat milyar milyar jenis jawabnnya tergantung tujuan hidupnya. Yang menyedihkan dalam elegi ini adalah dimana bagian ibadah malah ditinggalkan padahal itu adalah inti dalam kehidupan.
Aizza Zakkiyatul Fathin
ReplyDelete18709251014
Pps Pendidikan Matematika A
Rumah besar dalam elegi ini dapat disebut sebagai suatu masalah yang kompleks yang digambarkan sebagai Kota Metropolitan. Apapun di dunia ini semakain besar maka masalah yang akan dihadapi juga semakin besar. Masalah kompleks ini tidak akan selesai jika tidak melibatkan banyak pihak. Karena dalam masalah kompleks tidak bisa diselesaikan bersama untuk satu topik tetapi dalam menyelesaikannya dengan membagi-bagi tugas berdasarkan keahliannya.
Deden Hidayat
ReplyDelete18709251032
S2 Pendidikan Matematika B 2018
Ketika kita sudah memperoleh sesuatu yang diinginkan atau sudah dalam posisi yang diidamkan terkadang kita melupakan sesuatu. Kita lupa untuk bersyukur atas nikmat yang kita peroleh, lupa akan siapa yang memberikan nikmat tersebut, dan lupa untuk memanfaatkannya untuk kepentingan orang lain. Padahal apa yang kita miliki di dunia ini merupakan titipan dari Allah SWT untuk beribadah kepada-Nya. Tidak ada yang kekal di dunia ini kecuali dengan kehendak-Nya. Maka dari itu, jangan lupa untuk selalu bersyukur atas nikmat dan karunia yang telah diberikan oleh Allah SWT dengan selalu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita.
Endah Kusrini
ReplyDelete18709251015
S2 Pendidikan Matematika A 2018
Elegi ini sangat menarik. Elegi ini menggambarkan bagaimana orang-orang berlomba-lomba membangun rumah besar. Rumah besar di sini bukanlah rumah biasa yang selalu kita diami. Rumah besar di sini adalah peradaban. Rumah besar di sini adalah kota besar dengan segala fasilitas-fasilitasnya yang kompleks. Rumah besar dengan segala permasalahan yang dihadapinya. Yang saya garis bawahi dari elegi ini adalah betapa manusia jaman sekarang semakin mendewakan kesenangan-kesenangan dunia yang sifatnya hanya sementara. Manusia jaman sekarang semakin berlomba-lomba berhiasa, semakin berupaya menciptakan teknologi-teknologi canggih, semakin terjebak dengan rutinitas dunia, sehingga mengabaikan urusan akhirat. Semoga kita semua dapat sama-sama merenung dan introspeksi diri sehingga terhindar dari bahaya-bahaya kehidupan modern jaman sekarang.
Hasmiwati
ReplyDelete18709251023
S2 Pend.Matematika B 2018
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Allah SWT. telah memberikan begitu banyak kenikmatan, seperti bangunan dengan segala kemudahan dan fasilitasnya. Tetapi kita melupakan apa sebenarnya makna yang terkandung di dalamnya. Kita juga melupakan apa yang harus kita lakukan untuk-Nya. Kita terlalu sombong akan keadaan kita dan melupakan sesuatu yang lebih berharga.
Herlingga Putuwita Nanmumpuni
ReplyDelete18709251033
S2 Pendidikan Matematika B 2018
Segala yang berlebih-lebihan atau terlalu itu justru tidak baik. Termasuk juga memiliki rumah yang terlalu besar. Jika rumah yang teralu besar pada elegi ini adalah pengibaratan dari sifat sombong manusia. Terkadang banyak manusia yang khilaf karena merasa dia telah memiliki banyak ilmu maka seenaknya dia berlaku sombong. Ia merasa dirinyalah yang terhebat, namun ketika ia diingatkan oleh Allah maka ia akan menyesal semenyesal menyesalnya atas kesombongan diri yang telah dilakukannya.
Sebenar-benarnya hidup manusia adalah harmoni dari dunia dan akhirat. Meski tidak mudah tapi berusahalah mengejar kesuksesan dunia dan akhirat. Urusan akhirat fatal, urusan dunia fital, ternyata susah untuk mendefinikan hidup, bahwa sebenar-benarnya hidup adalah interaksi dinamik antara fatal dan fital. Berikhtiarlah seakan-akan masih hidup seribu tahun lagi, berdoalah seakan-akan besok mau mati.
Cahya Mar'a Saliha Sumantri
ReplyDelete18709251034
S2 Pendidikan Matematika B
Assalamualaikum wr.wb.
Rumah menjadi tempat tingga manusia, pikiran menjadi tempat tinggal para penyuka fantasi dan pemikir. Terlalu banyak isi di dalam pikiran juga akan menyulitkan si empunya pikiran karena hanya dimasukkan ke dalam pikiran tetapi tidak diselami secara mendalam dan dimaknai secara berkala, mengakibatkan akan menua dan rapuh hingga menjadi percuma untuk dipikirkan. Setiap momen yang memasuki alam pikiran, harusnya diletakkan secara runtut agar bisa dicari kembali dan menjadi berguna untuk pikiran lainnya di masa mendatang.
Fabri Hidayatullah
ReplyDelete18709251028
S2 Pendidikan Matematika B 2018
Seperti yang kita tahu, peradaban yang diciptakan telah membuat kebanyakan dari kita terlena. Adanya fasilitas yang memadai, kecanggihan teknologi, dan segala kebutuhan yang serba ada dan juga mudah untuk diakses membuat kita lupa untuk beribadah. Kesenangan duniawi yang ditawarkan dalam kehidupan saat ini telah menutupi dan membuat kita lupa tentang kebahagiaan kekal yang telah dijanjikan oleh Allah SWT diakhirat kelak. Jika ini dibiarkan terus menerus, tentu akan membahayakan kehidupan kita. Seharusnya kehidupan spiritual tetap menjadi patokan utama dalam menjalani kehidupan ini. Oleh karena itu, kita harus selalu mawas diri dengan menggunakan akal dan pikiran kritis kita agar kita tidak melupakan kehidupan beragama.
Agnes Teresa Panjaitan
ReplyDeleteS2 Pendidikan Matematika A 2018
18709251013
Setelah membaca elegi ini, saya dapat menyimpulkan bahwa elegi ini mengingatkan akan isi dari suatu "pemilik rumah besar" yang dapat saya artikan sebagai suatu negara, yang sebaiknya menyadari kekayaan yang dimiliki tetapi tidak memanfaatkan hal tersebut dengan baik, mengeksploitasi apa yang dipunya, tetapi tidak memikirkan dampak yang ditimbulkan. Rumah besar adalah suatu berkat yang diberikan oleh Tuhan Sang pencipta, dan sebaiknya hal tersebut dapat dipelihara dengan baik bukan untuk disia-siakan.
Seftika Anggraini
ReplyDelete18709251016
S2 PM A 2018
Manusia selalu berusaha untuk memperoleh kenyamanan, kemewahan, kebahagiaan, dan lain-lainnya. Setelah mendapat kemewahan satu, maka akan mencari kemewahan yang lain. Pada akhirnya kebanyakan manusia melupakan ibadahnya. Manusia hanya mengejar kebahagiaan dan kemewahan yang sifatnya duniawi sampai-sampai manusia melupakan Allah yang telah memberikan semuanya. Manusia lupa untuk berterima kasih kepada-Nya.
Terima kasih
Bayuk Nusantara Kr.J.T
ReplyDelete18701261006
Ibadah yang dalam elagi diatas merupakan sebuah fenomena yang terjadi saat ini ketika manusia dibuat terlena oleh kecanggihan teknologi sehingga aktifitas yang sebenarnya penting untuk manusia yaitu ibaadah lambat laun ditinggalkan akibat terlenanya mereka. Sebagai contoh keasyikan bermain game sehingga sholat terlewatkan.
Muh. Fachrullah Amal
ReplyDelete18709251036
S2 Pendidikan Matematika B 2018
Setiap perkara dunia sifatnya selalu sementara, janganlah kita terlalu mengejar dunia dengan ambisi yang sangat kuat untuk mencapai setiap apa yang kita inginkan di dunia. Keinginan dunia memang tidak salah untuk diperjuangkan namun ketika itu sudah berlebihan dalam artian bahwa dengan kesibukan kita mengejar dunia lantas kita lali dengan urusan akhirat kita. Hal inilah yang perlu untuk dipertimbangkan dengan sebaik-baik pertimbangan.
Muh. Fachrullah Amal
ReplyDelete18709251036
S2 Pendidikan Matematika B 2018
Keinginan yang kuat akan perkara dunia ketika dibersamai dengan niat ikhlas maka setiap langkah atau proses dalam menggapai keinginan tersebut akan bernilai ibadah di sisi Allah Ta'ala. Tentu yang dimaksud perkara dunia adalah perkara kebaikan yang sifatnya duniawi. Perlu diketahui bahwa tidak sedikit orang-orang yang berkecimpun dalam dunia pekerjaan yang mana ketika telah mendapatkan keinginannya dan telah disibukkan dengan urusan kerjanya lantas ia lalai dengan perkara akhiratnya seprti misalnya lalai atau meninggalkan sholat. Di sinilah letak atau bentuk ujian yang diberikan oleh Allah Ta'ala kepada setiap makhluknya.
Fany Isti Bigo
ReplyDelete18709251020
PPs UNY PM A 2018
Memang tidak munafik bahwa hidup memerlukan uang, namun uang bukanlah segalanya. Uang dan kemewahan surga dunia sebenarnya merupakan ujian bagi kita. Apakah kita tetap bersyukur, beriman dan bertakwa kepada Allah atau kita lalai kepadaNya. Karena Allah menguji kita dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kita harus ingat bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara karena kehidupan yang abadi ada di akhirat. Hidup membutuhkan uang namun jangan sampai melupakan sisi spiritual kita dengan hal-hal dunia yang fana.
Dita Aldila Krisma
ReplyDelete18709251012
PPs Pendidikan Matematika A 2018
Rumah besar itu adalah kota metropolitan. Banyak fasilitas yang tersedia disana. Proyek besar pun tak hentinya menghujani kota metropolitan. Membuat rumah yang maju pun tak mudah, penghuninya harus fasih dalam menghadapi tantangan global dan suasan rumah pun harus canggih. Ditengah usaha membuat rumah besar menjadi isimewa, hal yang penting terlupakan yaitu ibadah. Sibuk dengan aktivitas duniawi namun lupa dengan bekal untuk di akhirat, sayang sekali.
Eka Puspita Sari
ReplyDelete18709251035
S2 PM B 2018
Rumah yang terlalu besar dalam elegi ini adalah salah satu wujud dari sifat manusia yang bernama “tidak pernah puas”. Rumah tersebut dibangun berabad-abad senantiasa diperbaiki dan diperbaharui fasilitasnya. Lumrah merah jika manusia seakan tidak pernah memiliki rasa puas. Namun rasa tersebut lama kelamaan menggerogoti hati, mengusik hati ingin terus menjadi yang terbesar, termegah, tercanggih dan lain-lain. Namun, apa yang terjadi, keserakahannya ingin menjadi yang ter ter ter malah justru membuat para pembangunnya tidak mengenahi lagi apa yang sebenarnya ia bangun dan apa yang sebenarnya ia inginkan. Bukankan telah mengatakan bahwa sesuatu yang berlebih-lebihan adalah tidak baik.
Eka Puspita Sari
ReplyDelete18709251035
S2 PM B 2018
Sesuatu yang berlebihan adalah tidak baik. Dan sesuatu yang tidak baik adalah dekat dengan syaitan. Maka tak heran jika sesuatu yang berlebihan akan membuat kita lupa, melupakan hakikat sebenarnya ia diciptakan. Bukankah manusia diciptakan untuk menjadi khalifah dibumi dan untuk beribadah kepada Allah?. Lantas jika saat hidup didunia justru kita malah melupakan Allah apakah kita masih pantas untuk hidup? Rasulullah telah mencontohkan bahwa makanlah sebelum lapar dan berhentilah sebelum kenyang agar umatnya menyadari bahwa sesuatu yang berlebihan itu adalah syaitan, sederhanalah, secukupnyalah, semampunyalah, seperlunyalah, dan sesuaikanlah dengan ruang dan waktu. Terlepas dari apapun agamanya, sungguh tak bermoral masyarakat yang tega menukar agama dengan suatu kesenangan dunia semata.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteRindang Maaris Aadzaar
ReplyDelete18709251024
S2 Pendidikan Matematika 2018 (PM B 2018)
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Rumah tidak akan dibawa sampai mati. Tetapi amal ibadah yang akan dibawa mati. Memperluas rumah tidak akan membuatmu merasa cukup puas karena setelah rumah diperluas, otomatis akan mengisi berbagai jenis perabotan yang akan diletakkan dalam rumah. Alangkah baiknya jika rumah sederhana tapi membangun masjid atau semacamnya demi kepentingan akhirat
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Luthfannisa Afif Nabila
ReplyDelete18709251031
S2 Pendidikan Matematika B 2018
Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh
Sesukses apapun kamu, jangan tinggalkan ibadahmu. Apa gunanya kamu punya harta yang berlimpah namun sholatmu masih bolong-bolong? Apa gunanya punya rumah mewah jika lupa bersedekah? Apa gunanya punya gaji yang besar namun doamupun tak pernah kau panjatkan? Ingat, sesungguhnya kita ini milik Allah dan kepadaNyalah kita akan kembali. Semua rejeki yang kita peroleh itu sumbernya dari Allah SWT. Jikalau ibadah saja kau tinggalkan, bagaimana caramu mengungkapkan rasa syukurmu atas karunia Allah tersebut? Allah Maha Mengetahui apa yang tidak ketahui. Bertaubatlah. Terima kasih.
Wassalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh
Diana Prastiwi
ReplyDelete18709251004
S2 P. Mat A 2018
Sebuah Negara diibaratkan rumah besar dan penduduk adalah rakyatnya. Jangan sampai menyamakan diri dengan Negara lainnya. Kita harus mampu menilik apa yang kita punya, apa potensi yang kita bisa kembangkan, bisnis, social ekonomi dan aspek lainnya. Menjadi pemilik dan penjaga dirumah sendiri adalah halyang harus dilakukan untuk menjalankan dan memajukan peradaban menjadi lebih baik, karena rumah tanpa pemilik juga tidak bisa dijalankan sedemian juga dengan pemilik tanpa rumah juga tidak akan bisa menjalankan peradaban sehingga pemilik dan rakyatnya harus selalu saling menukung. Jangan sampai kita terlalu meniru Negara lain sehingga kita kehilangan identitas. Maka itu berbahaya dan menghancurkan. Kita tidak boleh sombong dan gegabah. Kita tidak boleh gegabah mengambil tindakan. Tindakan yang kita ambilmemiliki resiko yang mungkin menimbulkan masalah.
Elsa Apriska
ReplyDelete18709151005
S2 PM A 2018
Setelah membaca elegi ini saya memahami yang disebut dengan istilah rumah besar adalah sebuah kota metropolitan dengan fasilitas yang begitu lengkap dan mewah yang tersedia untuk penghuninya atau warga yang tinggal di dalamnya. Memang di berbagai belahan dunia kota-kota besar seakan berlomba menyediakan fasilitas super mewah demi kenyamanan warganya. Warga yang tinggal di dalamnya pun begitu menikmati fasilitas-fsailitas yang diberikan hingga terkadang melupakan hal-hal penting seperti ibadah. Rumah-rumah ibadah terlihat sangat sepi sementara pusat-pusat hiburan begitu ramai sesak oleh manusia. Semoga kita tidak menjadi manusia yang hanya memikirkan kesenangan sementara didunia ini.
Totok Victor Didik Saputro
ReplyDelete18709251002
S2 Pendidikan Matematika A 2018
Selamat pagi dan Selamat Tahun Baru 2019 Prof.
Setiap hal yang dijalani tentunya mempunya tantangan dan resiko tersendiri. Kondisi ini tidak lazim diperoleh oleh semua orang. Bersyukurlah karena diberikan kesempatan untuk merasakan kondisi ini. Artinya kondisi ini akan melahirkan pengalaman baru sehingga kita mampu berbenah diri. Semakin besar tanggungjawab yang emban, semakin besar pula tantangan dan resiko yang harus diambil. Sebesar-besarnya tantangan dan resiko yang diperoleh, percayalah Tuhan-mu lebih besar dari semua hal itu. Oleh sebab itu bersyukurlah karena diberikan nafas kehidupan yang istimewa. Terima kasih.
Cahya Mar'a Saliha Sumantri
ReplyDelete18709251034
S2 Pendidikan Matematika B
Assalamualaikum wr.wb.
Rumah bisa diibaratkan dengan kepala manusia dan isi berupa perabotan rumah merupakan isi dari kepala manusia yang berupa ide, kreatifitas, pemikiran manusia. Sehingga dianggaplah perumpamaan itu menjadi rumah yang terlalu besar, bila manusia merasa pintar dan merasa apa yang ada di pikirannya adalah hal yang selalu benar maka sudah menjadi sebuah perilaku negatif yang patut disebut besar kepala. Sehingga jangan sampai besar kepala benar-benar disematkan kepada kita karena faktor-faktor tertentu, karena memang benar manusia tidak tahu kapan bisa bertemu dll.
Septia Ayu Pratiwi
ReplyDelete18709251029
S2 Pendidikan Matematika 2018
Terkadang seringkali kita lupa bersyukur dengan apa yang kita punya. Seringkali kita mengejar sesuatu yang besar tanpa memikirkan resikonya. Seringkali kita lupa keberadaan kita yang sekarang. Seringkali kita lupa siapa yang membawa kita mendukung kita dari belakang. Itulah sifat alamiah manusia. Tidak pandai bersyukur, tetapi maunya banyak. Tidak pandai memberi, tetapi sukanya meminta. Manusia sering mengedepankan ego-nya. Menginginkan sesuatu yang sebenarnya sudah ia punya. Sebagi manusia kita harus pandai bersyukur dengan segala nikmat yang telah diberikan. Karena semakin kita bersyukur maka Allah akan menambah nikmat-Nya.
Janu Arlinwibowo
ReplyDelete18701261012
PEP 2018
Perlu ada sudut pandang yang baik dan cara menilai yang proporsional sehingga kita dapat bersikap mendekati ideal. Besar kecil, luas sempit, lama sebentar, adalah satuan yang terikat dengan sudut pandang dan pemaknaan. Dengan mampu memaknai dengan baik maka segala predikat dan ketenagan dapat dimanfaatkan sehingga menjadi poin yang bermanfaat.
Puspitarani
ReplyDelete19709251062
S2 Pendidikan Matematika D 2019
Terima kasih Bapak atas artikel berjudul Elegi Menyesali Rumahku yang Terlalu Besar yang telah Bapak share kepada kami. Dalam elegi menyesali rumahku yang terlalu besar diceritakan penghuni rumah dan pemilik rumah telah menjual rumah ibadah demi sepak bola. Walaupun sarana dan prasana di perkotaan serba lengkap dan canggih namun di perkotaan tingkat individualisme, kriminalistas, konsumsi lebih tinggi dari pedesaan. Dengan lengkapnya unsur duniawi apakah masyarakat di perkotaan benar-benar bahagia? Saya pikir pasti tidak semua dari mereka bahagia. karena mereka punya segalanya, namun tidak punya teman, tetangga karena sikap orang lain individualis, pasti juga ada rasa tidak puas dan ingin selalu menang sendiri. Perbuatn yang dilakukan oleh sang pemilik rumah yang menjual tempat ibadahnya hanya demi sepak bolah tidaklah patut untuk dicontoh, karena kita tahu bahwa yang dilakukan itu tidak ada untungnya sama sekali, melainkan kita akan mendapatkan dosa karenanya.
Zuari Anzar
ReplyDelete19701251006
S2 PEP A 2019
Menurut saya rumah besar di sini diibaratkan sebagai Kuasa Allah SWT. kita bisa mendapatkannya nikmat dari Allah jika kita membayar, dengan apa? tentu dengan ibadah. jika tidak sanggup membayar? maka Allah tidak mau memberi fasilitas kepada kita.Kuasa yang besar itu bagaikan Server sebuah jaringan yang menyediakan semua yang kita butuhkan. akan tetapi terkadang kit tidak dapat mengaksesnya karena koneksi yang lambat dan tidak stabil. oleh karena itu untuk mendapatkan fasilitas tersebut kita harus menjaga koneksi yang cepat dan stabil. demikian pula dengan meminta nikmat kepada Allah SWT, kita harus menjaga koneksi yang cepat dan stabil dengan-Nya dengan Cara Beribadah.
Khintoko Intan Permatasari
ReplyDelete19701251020
S2 PEP A 2019
Elegi rumah disini menggambarkan peradaban manusia. Pelajaran yang dapat diambil adalah janganlah kita gegabah dalam melakukan sesuatu. Isilah dan rawatlah peradaban kita dengan baik agar kedepannya mampu dinikmati oleh generasi selanjutnya. Jangan sampai kehilangan identitas dan kebermaknaan agama dalam diri. Jika hal itu terjadi, maka akan hancurlah peradaban, karena setiap tindakan yang kita lakukan akan dipertanggungjawabkan dihadapan-Nya.
Ngaenun Nangim
ReplyDelete19709251058
S2 Pendidikan Matematika D 2019
Segala sesuatu sangat perlu diukur sesuai dengan kemampuan diri kita. Begitupun dalam menerima tawaran pekerjaan atau amanah. Ada kalanya tawaran itu diterima, ada kalanya kita perlu menolak jika memang dari awal sudah ada keraguan dan ketidakmampuan untuk melaksanakannya. Begitupun dengan janji, janganlah mudah memberikan janji jika tidak dapat dipastikan apakah janji itu dapat dipenuhi atau tidak. Karena hal ini akan mengakibatkan kekecewaan pada orang yang telah menggantungkan kepercayaan pada diri kita. Seperti rumah yang terlalu besar tetapi tidak terurus. Begitulah kiranya jika kita terlalu ambisius akan tetapi kita tidak mengukur kemampuan kita mampu atau tidakkah jikalau kita menerima semua itu. Hal ini berakibat unfaedah yang akan kita dapatkan. Sejatinya segala sesuatu yang berlebihan maka akan merugikan.
Puspitarani
ReplyDelete19709251062
S2 Pendidikan Matematika D 2019
Pelajaran yang dapat saya ambil dari elegi ini adalah bahwa rumah yang besar menggambarkan alam semesta yang begitu besar, kita sebagai manusia tidak akan bisa mengelola semuanya. Seiring dengan perkembangan jaman, fasilitas yang adapun makin canggih. Namun, apabila kita hanya asik mengurusin urusan dunia saja maka kita hanya akan melakukan hal-hal menyenangkan saja dan lupa untuk beribadah pada Allah SWT.
Lovie Adikayanti
ReplyDelete19709251068
S2 Pendidikan Matematika D
Assalamualaikum wr.wb
Rumahku Istanaku. Kalimat tersebut merupakan suatu kalimat pepatah yang mungkin sering kita dengar. Jika kita beranggapan bahwa rumah kita adalah istana kita, maka kita akan senantiasa merawat dan menjaga rumah kita dengan baik. Kita tidak akan menyia-nyiakan, melupakan, dan tidak merawat rumah tersebut. Kita juga akan selalu mengingat bagian-bagian dari rumah tersebut karena apabila kita berada di sana kita akan selalu merasa nyaman dan kita akan selalu ingat bagian-bagian yang mana saja dari rumah tersebut yang mampu membuat kita nyaman.
Apabila negara kita -Indonesia- kita analogikan sebagai rumah sekaligus istana kita, maka kita akan senantiasa membangun negara kita agar negara kita semakin berkembang lagi. Kita akan senantiasa memahami negara kita sendiri, bukan negara lain. Kita akan selalu ‘memandang’ dalam artian mencintai negara,bangsa, beserta budaya kita. Kita juga akan senantiasa merawat dan mensyukuri apa yang telah Tuhan ciptakan untuk kita.
Dhamar Widya Safitri
ReplyDelete19701251009
S2 PEP A 2019
Assalamualaikum.
Sebuah rumah besar diibaratkan sebagai sebuah negara yang sangat luas. Para penghuni rumah yang tidak merawat dengan baik rumahnya adalah warga negara yang terkesan tidak perduli dengan negaranya. Banyak warga negara yang justru tidak mencintai negaranya dan malah menyukai budaya dan negara lain. Padahal, jika dilihat banyak fasilitas (tempat) yang menarik untuk dikunjungi di negara mereka sendiri.
Terimakasih
Hajra yansa
ReplyDelete19701251012
S2 PEP A 2019
Assalamualaikum.
Bangunan adalah bukti peradaban manusia. Nenek moyang kita telah memahami bahwa bangunan dapat menjadi bukti sejarah kebesaran peradaban mereka di masa depan. Hingga kini kita dapat melihat dan mempelajari seperti apa kemampuan mereka menciptakan bangunan-bangunan hebat tersebut. Kepercayaan itu masih bersemayam hingga sekarang.
hajra Yansa
ReplyDelete19701251012
S2 PEP A 2019
Rumah dianggap sebuah simbol di zaman modern untuk menunjukan eksistensi. Rumah diibaratkan sebagai miniatur sebuah negara. di dalamnya ada keluarga sebagai warga negara. Pelajaran yang bisa diambil yaitu rawatlah titipan Allah SWT dan membangunlah sesuai dengan kebutuhan bukan kemauan. karena kemauan dan angan-angan manusia itu tidak terbatas dan tidak ada habis-habisnya.
Wilis Putri Hapsari
ReplyDelete19701251017
S2 PEP A 2019
Efektivitas dinyatakan apabila sumberdaya manusia atau pengelola mencukupi untuk sumberdaya alam yang dikelola, ibarat sebuah rumah adalah sumberdaya alamnya, maka sumberdaya manusia adalah si pemilik rumah itu. Apabila rumah terlalu kecil, dan pemilik rumah terlalu pandai mengelola rumah maka baguslah rumah itu dan bahkan si pemilik rumah akan mampu mengusahakan untuk menambah jumlah rumah yang lain.
Wilis Putri Hapsari
ReplyDelete19701251017
S2 PEP A 2019
Sedangkan apabila rumah yang dikelola terlalu besar dan si pemilik rumah tidak mampu mengelola rumah dengan benar, maka rumah yang ada akan terbengkalai dan menjadi buruk. Oleh karena itu solusi bagi si pemilik rumah yang mempunyai rumah yang besar adalah meningkatkan kapasitas, dan kualitas sumberdaya manusianya agar rumah atau sumberdaya alam yang banyak dapat terkelola dengan baik.
Sari Yustiana
ReplyDelete20706261006
S3 Pendidikan Dasar 2020
Tulisan ini menceritakan tentang sebuah rumah yang sangat besar dengan fasilitas yang lengkap, dalam hal ini sebenarnya adalah sebuah kota Metropolitan. Karena besarnya sehingga “pemiliknya”, atau pemerintahnya sampai tidak ingat detai dari rumah ini, yang mengakibatkan banyak bagian-bagian yang tidak dirawat. Saking lengkapnya rumah ini dengan fasilitas duniawi, hingga penghuni rumahnya terlena dengannya. Tempat ibadah hanya sebagai pajangan, tidak digunakan. Mereka sampai melupakan hakekat hidup yang sesungguhnya, yaitu beribadah pada Tuhannya. Apakah Jakarta akan menjadi tempat seperti ini?