Oct 15, 2010

Elegi Pemberontakan Para Formal




Oleh Marsigit

Formal Dewasa Mandireng:
Blaaaaghh..dlalah...marah besar aku terhadap perilaku Normatif Dewasa Pertikel. Sudah keterlaluan uraiannya. Sudah tidak mau memenuhi kemauanku, masih ceramah ngalor-ngidul lagi. Wah saya harus bertindak. Aku akan menghimpun kekuatan untuk menghadapi kesewenang-wenangan Normatif Setengah Baya.

Formal Dewasa Mandireng Paralel:
Aku..aku setuju dengan apa yang engkau pikir Wahai Formal Dewasa Mandireng. Aku juga merasakan apa yang engkau rasakan. Maka aku mendukung rencana-rencanamu.

Formal Dewasa Parlogos:
Kalau aku ingin bersikap realistis. Kita ini kan sudah komitmen dan berjanji kepada diri kita masing-masing. Dan juga sudah teken kontrak. Bahwasanya kita bersedia bergaul dengan Normatif Setengah Baya. Maka kita ikuti saja skemanya dengan ikhlas, maka mudah-mudahan kita akan bisa mengambil manfaatnya dari semua kegiatan-kegiatan ini.

Formal Dewasa Parlogos Paralel:
Wahai Formal Dewasa Mandireng dan Formal Dewasa Mandireng Paralel, aku menolak keinginanmu. Selama ini aku selalu mengikuti gerak-gerikmu. Aku sangat tidak mengerti dengan sikapmu. Mengapa engkau mempunyai hati sekeras batu, mengapa engkau menutupi diri dari pengetahunmu, mengapa engkau cenderung berbuat anarkhis. Ingatlah bahwa disini yang berkepentingan bukan hanya dirimu saja, tetapi aku juga berkepentingan. Ketahuilah bahwa aku mempunyai program-program jangka panjang. Jika engkau terus-teruskan sikapmu yang demikian itu maka aku khawatir, aku juga akan terkena dampaknya. Maka dengan ini aku proklamirkan bahwa aku menentang semua rencana-rencanamu.

Formal Anak-anak Mandireng:
Aku protes terhadap perilaku Normatif Remaja Pertikel. Aku sudah setengah mati mempelajari dan mengikuti ternyata harapannya tidak sesuai dengan rencanaku. Eee..malah permintaannya bermacam-macam. Saya tidak suka dengan segala perilaku Normatif.

Formal Dewasa Mandireng:
Wahai para Formal Mandireng..marilah kita bersatu untuk menghadapi para Normatif Pertikel. Tetapi ketahuilah bahwa perjuangan kita sangat berat. Ketahuilah bahwa kita harus bisa berjuang kalau perlu melakukan pemberontakan bagaimana agar para Formal itu bisa menjadi Normatif, dan sebaliknya bagaimana agar para Normatif kita tangkap dan kita penjarakan sehingga mereka itu kita jadikan saja sebagai Formal atau kalau perlu sebagai Material. Untuk mewujudkan rencanaku itu, siapakah diantara kamu semua yang mempunyai ide atau gagasan?

Formal Dewasa Mandireng Paralel:
Ng...nggak...enggak ..aku enggak punya ide. Tetapi kita harus tetap maju.

Formal Anak-anak Mandireng:
Ng...nggak...enggak ..aku enggak punya ide. Tetapi kita harus tetap maju.

Formal Dewasa Parlogos:
Itu ide dan rencana gila. Tidaklah mungkin epistemologi mampu menjungkir-balikkan ontologi.

Formal Dewasa Parlogos Paralel:
Menurutku itu juga ide dan rencana gila. Tidaklah mungkin epistemologi mampu menjungkir-balikkan ontologi. Rencanamu itu seperti ingin menukar siang dan malam.

Formal Dewasa Mandireng:
Kalau begitu saya akan mengadakan sayembara. Barang siapa dapat membantu diriku menemukan cara bagaimana mengubah Formal menjadi Normatif dan sebaliknya maka akan saya beri “hadiah berupa bukan hadiah”.

Para Formal:
Wahai Formal Dewasa Mandireng, apakah sudah engkau pikirkan masak-masak ucapanmu itu. Bukankah ucapanmu itu bersifat kontradiktif. Seperti apakah yang engkau maksud dengan “hadiah berupa bukan hadiah”?

Formal Dewasa Mandireng:
Waha..haha..haha..inilah kesenanganku dan kesengajaanku. Kiranya aku tidak bisa menyamai Normatif. Bukankah kebingunganmu itu menunjukkan bahwa aku secara ontologis telah pantas diangkat sebagai Normatif?

Para Formal:
Tetapi ingatlah wahai Formal Dewasa Mandireng. Bahwa keinginanmu itu akan terwujud jika semua Formal yang lainnya mendukung. Padahal engkau mengetahui bahwa hanya sebagian kecil dari para Formal itu mendukungmu.

Formal Dewasa Mandireng:
Waha...haha..haha. Harus. Itu harus. Adalah kewajibanmu untuk mendukungku.

Para Formal:
Lho..kok mengharuskan. Wah kalau ini namanya memaksa.

Formal Dewasa Mandireng:
Kalau engkau menyadari maka aku menghormatimu. Kalau engkau belum mendengar maka dengarkanlah teriakanku. Kalau engkau tetap tidak mendukungku maka engkau semua akan aku paksa.

Para Formal:
Waaa.. ini namanya anarkhis. kalau sudah begini, bukan berbipir lagi kita. Ini namanya sudah perang.

Formal Dewasa Mandireng dan Para Formal:
Berperang...berperang...berperang...berperang...dar..dir..dor..der..dur.

Normatif Dewasa Pertikel:
Aku melihat pertempuran hebat di antara para Formal. Apa gerangan yang terjadi?

Normatif Anak-anak Pertikel:
Wahai Normatif Dewasa Pertikel. Sebetulnya yang menjadi pokok persoalan adalah dirimu dan juga diriku. Sebagian para formal, yang dipimpin oleh Formal Dewasa Mandireng menginginkan agar merekalah yang menjadi Normatif. Sedangkan kita para Normatif dikehendakinya untuk menjadi Formal saja. Maka bagaimanakah hal ini menurut dirimu itu?

Normatif Dewasa Pertikel:
Whus...aneh benar kejadiannya. Tidak adalah suatu teori berpikir di dunia ini yang dapat menjelaskan perihal kejadian ini, kecuali...

Normatif Anak-anak Pertikel:
Kecuali apa...

Normatif Dewasa Pertikel:
Hanya Normatif Tua Pertikel sajalah yang mampu menjelaskan dan memberi solusinya.

Normatif Tua Pertikel:
Wahai para Normatif, ketahuilah, bahwa ada saatnya manusia itu menghadapi suatu kejadian di mana banyak di antara mereka tidak mampu memikirkannya, karena memang bukan kapasitasnya. Untuk kejadian ini hanya dirikulah yang mempunyai senjata untuk menjelaskan dan memberikan solusinya.

Para Normatif:
Tolong wahai Normatif Tua Pertikel, segera uraikan caramu itu.

Normatif Tua Pertikel:
Yang kelihatannya tautologi pada suatu level, jika ditingkatkan dimensinya maka dia belum tentu tautologis. Yang kelihatannya kontradiksi, jika ditingkatkan dimensinya maka dia belum tentu kontradiksi. Mengapa? Karena permasalahannya bukan pada tautologi ataupun pada kontradiksi itu sendiri. Tetapi persoalannya pada mengapa sampai timbul tautologi dan kontradiksi, dan bagaimana implikasi yang ditimbulkannya.

Para Normatif:
Kami tidak paham.

Normatif Tua Pertikel:
Engkau tidak akan paham sampai aku betul-betul mengeluarkan senjataku itu.

Para Normatif:
Tolong segera keluarkan senjatamu itu?

Normatif Tua Pertikel:
Senjataku ada tiga macam. Pertama, kesadaran ruang dan waktu. Kedua, berpikir intensif dan ekstensif. Ketiga, menggapai logos. Dengan ketiga senjataku ini, maka aku akan bisa menangkap para Formal pemberontak.
Senjata pertamaku: Hai, kau tentu anak buah Formal Dewasa Mandireng, kenapa engkau tidak menepati ruang dan waktu yang engkau sanggupi. Maka sehebat-hebat dirimu, aku telah menagkapmu. Engkaulah si tidak sadar ruang dan waktu. Maka dengan senjataku ini jikalau engkau ikhlas maka engkau akan segera bisa menjadi Normatif. Bersiaplah.
Senjata keduaku: Hai, kau tentu anak buah Formal Dewasa Mandireng, kenapa engkau bersembunyi di balik kata-katamu. Sedalam engkau bersembunyi di situ maka aku bisa menangkap dirimu. Itulah engkau si tidak mau berpikir intensif dan ekstensif. Maka dengan senjataku ini jika engkau iklhas maka engkau segera bisa menjadi Normatif. Maka bersiaplah.
Senjata ketigaku: Hai, kau tentu anak buah Formal Dewasa Mandireng, kenapa engkau bersikeras mempertahankan pendirianmu? Padahal hati nuranimu mengatakan bahwa pikiranmu itu tidak sesuai dengan suratan takdirmu. Mengapa engkau sangat bangga dengan jargon-jargonmu. Bukankah engkau menyadari bahwa itu adalah perileku mitos-mitosmu. Maka dengan senjataku ini, jika engkau ikhlas maka engkau akan segera menjadi manusia menggapai logos. Dengan demikian engkau akan bisa segera menjadi Normatif. Maka bersiaplah.

Formal Dewasa Mandireng:
Waha..haha..haha..wahai Normatif Tua Pertikel. Kirain saya menyerah begitu saja. Lihatlah bahwa ketiga senjatamu yang engkau agung-agungkan itu, ternyata aku belum mau menyerah. Maka tunggulah balasanku ini.

Normatif Tua Pertikel:
Jika dengan ketiga senjataku itu ternyata aku belum mampu menaklukan dirimu. Maka engkau Formal Dewasa Mandireng, benar-benar bukan tandingan manusia. Engkau adalah jelmaan jin bertanduk tujuh. Engkau adalah syaetan yang pertama, tertua dan terbesar. Maka jika aku terpaksa harus bertempur melawanmu untuk yang terakhir kalinya, maka satu-satunya cara adalah aku harus menyatukan ketiga senjataku itu menjadi satu, dan mengarahkannya ke tengah dalam mulutmu sehingga engkau akan tertembus sampai belakang lehermu. Maka dengan doaku, engkau akan terpenggal lehermu dan terputuslah lehermu.

Formal Dewasa Mandireng:
Wahai Normatif Tua Pertikel, lihatlah diriku ini. Walaupun aku hanya tinggal kepalaku saja, maka aku masih bisa melawanmu.

Normatif Tua Pertikel:
Engkau memperlihatkan bahwa hanya dengan kepalamu saja engkau masih bisa mengamuk dan merusak. Maka senjataku saja tidak bisa mengalahkanmu kecuali aku harus minta bantuan gunung yang tinggi untuk bersedia melongsorkan sebagian lereng dan tebingnya sehingga kepalamu, Formal Dewasa Mandireng akan terbenam jauh di bawah dasar gunung. Itulah saat di mana semua bentuk angkara murkamu akan terhenti. Tiadalah manusia mampu mengalahkan jin bertanduk tujuh jika tiadalah bantuan dari Allah SWT. Amiin.

Para Normatif:
Terus..terus..bagaimana...di mana?

Normatif Tua Pertikel:
Wahai para Normatif. Janganlah engkau mengaku sebagai normatif, jika engkau tidak mampu melihatnya. Ketahuilah, begitu selesai aku bercerita, maka selesai pulalah pertempuran itu. Lihatlah maka kita melihat disana para Formal sudah kembali ke habitatnya masing-masing. Mereka telah menyadari bahwa mereka juga memerlukan para Normatif. Mereka juga telah menyadari bahwa mereka juga tidak serta merta bisa menihilkan keberadaan Normatif. Sesungguhnya yang terjadi adalah, agar para Formal bisa menjadi Normatif, maka semua Formal yang lain harus mendukungnya. Apakah arti dari kalimatku yang terakhir itu. Itulah sebenar-benar makna ontologis. Ontologis suatu hal tidaklah bisa dipaksakan, tetapi memaksa sendiri itu adalah ontologis. Maka renungkanlah?

Para Normatif:
Wahai Normatif Tua Pertikel..aku curiga dengan dirimu. Jika Engkau benar-benar Normatif seperti aku. Mengapa engkau mempunyai kemampuan melebihi diriku. Siapakah dirimu itu.

Normatif Tua Pertikel:
Aku tidak lain tidak bukan adalah si Orang Tua Berambut Putih. Itulah sebenar-benar diriku adalah pengetahuanmu. Maka gunakan akal dan pikiranmu untuk menggapai ilmumu dan untuk memecahkan urusan sehari-hari. Tetapi aku telah membuktikan bahwa akal saja tidaklah cukup. Akal bertemu dengan hati itulah setinggi-tinggi dimensi manusia. Tetapi itu juga belum cukup jika engkau belum menggapai Rakhmat dan Hidayah Nya.
Amiin.

33 comments:

  1. Aizza Zakkiyatul Fathin
    18709251014
    Pps Pendidikan Matematika A

    Dalam kehidupan ini masing-masing orang pastilah memiliki tujuan hidup. Untuk mencapai tujuan hidup dalam dunia ini ada berbagai pengaruh-pengaruh luar seperti aturan (Normatif). Karena kita hidup tidak saja tentang diri kita tetapi kita hidup berdampingan dengan berbagai hal di dunia ini. Oleh karena itu harus bisa menerjemahkan dan diterjemahkan. Caranya adalah dengan menggunakan akal dan pikiran. Tetapi telah disebutkan bahwa tidak cukup menggunakan pikiran atau akal saja, ada hati yang akan mengontrol pikiran kita. Hati yang bagaimana? Yaitu hati yang jernih, penuh keikhlasan, dan penuh pengharapan untuk menggapai rahmat dan hidayah Alloh SWT.

    ReplyDelete
  2. Seftika Anggraini
    18709251016
    S2 PM A 2018

    Formal dan normatif merupakan bagian dari hermenitika hidup. Dalam hermenetika hidup, empat tingkatan dari yang paling rendah ke tinggi adalah material, formal, normatif, dan spiritual. Tidak benar jika formal tidak memerlukan normatif. Kedudukan normatif berada di atas formal. Manusia perlu menaikkan levelnya semakin ke atas. Manusia yang sudah berada di level formal juga perlu naik level menjadi normatif. Untuk mencapai level lebih atas, harus ada usaha dan memohon ridha Allah SWT.
    Terima kasih

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  4. Dini Arrum Putri
    18709251003
    S2 P Math A 2018

    Formal itu bisa menjadi normatif tetapi, dan keduanya adalah bagian dari kehidupan yang artinya bahwa kita hidup tidak individual tetapi berdampingan, bergantung pada orang lain dan tidak bisa melakukan segala sesuatunya sendiri karena itukah kita perlu adanya aturan. Aturan agama, aturan hukum, adat serta budaya kita. Seperti negara yang hidup berlandaskan pancasila dan manusia hidup berlandaskan agama

    ReplyDelete
  5. Hasmiwati
    18709251023
    S2 Pend.Matematika B 2018

    Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
    Segala sesuatu itu tidak bisa dipaksakan. Dan semua komponen harus saling mendukung. Jadi sebenar-benar formal adalah normatif jika semua formal saling mendukung. Untuk menjadi sesuatu kita harus sadar ruang dan waktu, berpikir secara intensif dan ekstensif serta berusaha menggapai logos. Ketiga inilah yang jika digabungkan semua akan menjadi kekuatan yang besar dalam menggapai sesuatu. Ketika salah satu dari tiga itu hilang maka akan ada yang tidak tercapai dari cita-citanya. Manusia menyadari bahwa untuk menggapai ilmu perlu akal dan budi, tetapi yang tertinggi dari dimensi manusia adalah akal dan hati.Dengan tujuan akhir untuk menggapai rahmat Allah.

    ReplyDelete
  6. Herlingga Putuwita Nanmumpuni
    18709251033
    S2 Pendidikan Matematika B 2018

    Diperoleh dari elegi di atas bahwa kita harus mengunakan akal dan pikiran untuk menggapai ilmu dan untuk memecahkan urusan sehari-hari. Tetapi akal saja tidaklah cukup. Akal bertemu dengan hati itulah setinggi-tinggi dimensi manusia. Tetapi itu juga belum cukup jika belum menggapai Rakhmat dan HidayahNya. Akal dan hati diibiratkan sebagai 2 sisi mata uang. Ketajaman Akal harus diimbangi dengan kecerdasan Hati. Dalam menentukan sesuatu keduanya harus bersinergi. Akal dan hati merupakan dua alat berfikir, yang satu dengan logika rasio dan yang satu lagi dengan logika rasa. Namun apalah arti akal dan hati yang mampu berpadu secara harmoni jika digunakan bukan untuk memperoleh rahmat dan hidayah Allah yang telah menciptakan akal dan hati untuk manusia.

    ReplyDelete
  7. Fany Isti Bigo
    18709251020
    PPs UNY PM A 2018

    Berdasarkan elegi ini hidup yang kita jalani didunia ini harus berpegang pada 3 hal penting seperti kesadaran ruang dan waktu yaitu emua yang ada dan yang mungkin ada di dunia ini ditentukan sesuai dengan ruang dan waktunya; berpikir ekstensif dan intensif yang berarti berpikir sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya; dan menggapai logos berarti pada saat kita menggapai logos, kita tidak terpengaruh akan hal buruk yang menjebak diri kita

    ReplyDelete
  8. Muhammad Fendrik
    18706261001
    S3 Dikdas 2018
    Sebelumnya terima kasih Prof Marsigit untuk ilmunya hari ini. Saya akan mencoba mengomentari artikel ini sesuai dengan pemahaman saya.
    Didalam menjalani hidup mesti harus menggunakan akal pikiran, namun itu tak cukup mesti harus juga dengan hati yang ikhlas, namun itu juga belum cukup karena dalam membangun dunia perlu dengan keridhoan Allah SWT agar diberikan kemudahan dan kelancaran dalam menjalani realita yang ada. Terkadang hati kurang menerima akal pikiran begitu pun terkadang akal pikiran kurang menerima hati yang akan menimbulkan kontradiksi antara hati dan pikiran sehingga meminta ampun dan rahmat kepada Allah SWT merupakan jalan terbaik setiap merasa adanya kontradiksi didalam diri.

    ReplyDelete
  9. Endah Kusrini
    18709251015
    S2 Pendidikan Matematika A 2018

    Dalam menjalani kehidupan, kita harus berpegang pada tiga hal yakni: sadar akan ruang dan waktu, berfikir intensif dan ekstensif, serta berusaha menggapai logos. Artinya sebagai manusia kita harus pandai-pandai dalam hal menempatkan diri. Bertindak sesuai posi kita masing-masing. Selain itu kita juga harus berfikir dalam sedalam dalam, luas seluas luasnya. Jangan membatasi diri dengan pikiran sempit kita, karena pada dasarnya apa yang tampak oleh mata belum tentu merupakan cerminan hal yang sesungguhnya. Disinilah perlunya kita untuk senantiasa berfikir dalam sedalam dalamnya dan luas seluas luasnya. Kita juga harus terus berupaya menggapai logos. Terus mencari ilmu, terus mencari kebenaran tentang suatu hal. Jangan cepat puas dan berhenti sampai di sini. Berhentinya kita menandakan kita terancam mitos-mitos. Dan yang terakhir dan terpenting adalah kita harus terus menyelaraskan antara hati dan fikiran. Karena sejatinya akal dan kemampuan manusia saja tidak cukup tanpa diimbangi dengan Rahmat dan Hidayah Allah SWT.

    ReplyDelete
  10. Bayuk Nusantara Kr.J.T
    18701261006

    Perbuatan manusia akan dituntun oleh hati dan pikiran. Pikiran yang memerintahkan seluruh elemen penggerak dalam diri manusia untuk melakukan sesuatu. Apapun isi perintah keduanya (hati dan pikiran) maka demikianlah tindakan yang terjadi. Kualitas tindakan manusia sangat bergantung pada kualitas perintah keduanya. Benar atau salahnya ditentukan oleh penilaian pikir. Baik atau tidaknya berada di bawah wewenang hati.

    ReplyDelete
  11. Ibrohim Aji Kusuma
    18709251018
    S2 PMA 2018

    Formal adalah nilai positif yang memberi aturan kepada manusia dalam menjalani kehidupan agar tercapai HAM nya. Formal berupa hukum-hukum buatan manusia seperti UUD, UU, Perpres, Permen, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, hukum-hukum ini seringkali disebut dengan hukum positif. Normatif (Norma) merupakan hukum yang tidak tertulis sebagaimana hukum formal namun secara langung maupun tidak langsung berlaku di masyarakat. Contohnya adalah adat istiadat, tradisi dan lain sebagainya.

    ReplyDelete
  12. Ibrohim Aji Kusuma
    18709251018
    S2 PMA 2018

    Perselisihan antara formal dan normatif sebaiknya dihindari. Karena pada hakikatnya, formal dan normatif merupakan aturan yang mengatur masyarakat dan tidak bisa dihlangkan salah satunya. Selain itu, tidak semua aturan formatif bisa digantikan aturan normatif atau sebaliknya. Maka, sebenar-benar hidup adalah gabungan antara formal dan normatif.

    ReplyDelete
  13. Dita Aldila Krisma
    18709251012
    PPs Pendidikan Matematika A 2018

    Formal dan Normatif. Formal berorientasi pada aturan atau tata cara yang bersifat mengikat dan harus dipatuhi. Sedangkan normatif berpedoman pada norma, aturan, dan ketentuan yang berlaku di masyarakat, dalam hal ini manusia menunjukkan sikap, loyalitas, dan kesetiannya terhadap aturan yang berlaku di lingkungannya. Para pembuat kebijakan formal tidak dapat memaksa pembuat kebijakan normatif dalam pembuatan aturan karena masing-masing mempunyai sudut pandang. Dalam mengambil kebijakan atau melaksanakan suatu kebijakan penting didasari akal yang sehat dan hati yang bersih agar pada akhirnya tidak terjadi perselisihan.

    ReplyDelete
  14. Yuntaman Nahari
    18709251021
    S2 Pendidikan Matematika A 2018

    Setinggi-tingginya dimensi manusia adalah akal bertemu dengan hati untuk menggapai rakhmat dan hidayahNya. Maka gunakan akal dan pikiran untuk menggapai logos dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Namun akal saja tidak cukup. Karena manusia hanya mampu berusaha yang selanjutnya adalah Allah yang menentukan segalanya. Maka pikirkan apa yang kamu kerjakan, kerjakan apa yang kamu pikirkan, kemudian doakan. Doakan apa yang kamu kerjakan dan doakan apa yang kamu pikirkan.

    ReplyDelete
  15. Eka Puspita Sari
    18709251035
    S2 PM B 2018

    Jujur saya belum memahami perbedaan antara normatif dan formal. Menurut KBBI normatif adalah berpegang teguh pada norma; menurut norma atau kaidah yang berlaku. Sedangkan formal adalah sesuai dengan peraturan yang sah; menurut adat kebiasaan yang berlaku:
    Yang dapat saya ambil hikmah dari pemberontakan para formal adalah hendaknya kita tetap menjadi bagaimana kita ditempatkan. Jangan iri atau ingin menjadi seperti apa yang bukan seharusnya ketetapan diri kita. Misalnya jika kita ditempatkan menjadi seorang wakil ketua, janganlah iri dan ingin menjadi ketua. Akan lebih baik jika kita melakukan peran kita masing-masing dengan sebenar-benar peran tersebut sesuai dengan ruang dan waktunya, gunakanlah akal dan hati dalam menjalan peran tersebut. Menjadi sesuai dengan ruang dan waktu serta menggunkan akal dan hati dalam menjalani sebuah peran adalah lebih baik dari pada iri pada peran oranglain apalagi sampai ingin bertukar peran. Syukuri dan nikmatilah

    ReplyDelete
  16. Janu Arlinwibowo
    18701261012
    PEP 2018

    Dalam tatanan filsafat, terdapat hirarki material, formal, normatif, dan spiritual. Keempatnya memiliki dimensi masing-masing. Namun keempat dimensi saling berkaitan satu sama lain. Formal merupakan suatu aspek yang sering dikejar oleh manusia. Padahal seharusnya formal itu menjadi perantara untuk menggapai tingkatan yang lebih tinggi.

    ReplyDelete
  17. Elsa Apriska
    18709251005
    S2 PM A 2018

    Formal dan Normatif . formal mengarah pada tata cara yang bersifat mengikat. Sedangkan normatif mengarah pada sesuatu yang memiliki ketentuan-ketentuan dan kesepakatan dari suatu pihak sesuai dengan ruang dan waktunya. Setinggi-tingginya pencapaian kemampuan normatif adalah ketika mampu ikhlas dan rendah hati. Normatif mungkin akan lebih tinggi daripada formal. Karena formal dibutuhkan untuk mewujudkan suatu tujuan yang hanya untuk di dunia.

    ReplyDelete
  18. Rindang Maaris Aadzaar
    18709251024
    S2 Pendidikan Matematika 2018 (PM B 2018)

    Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
    Didunia ini selalu banyak kontradiksi yang ada seperti banyaknya masalah yang ada di dunia ini. Sebagai manusia hanya bisa berpikir dengan jernih untuk menyelesaikan segala masalah. Selain itu, manusia harus bisa berpikir dengan akal. Tetapi hal itu juga belum cukup. Akal harus digunakan bersama dengan hati agar semakin baik dan mampu mencapai dimensi setinggi-tingginya dalam memecahkan ilmu. . Tetapi hal tersebut belum cukup apabila belum menggapai Rakhmat dan Hidayah-Nya
    Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

    ReplyDelete
  19. Diana Prastiwi
    18709251004
    S2 P. Mat A 2018

    Formal dan normative sangat penting untuk dijaga, karena bila dianalogikan formatif sebagai wadah dan normatif sebagai isi. Keduanya saling melengkapi dan berhubungan satu sama lain serta membuat mereka sebagai sesuatu yang berharga dan memiliki nilai. Dalam dunia pendidikan dapat dicontohkan seperti anggaran sekolah yang memiliki rancangaan (RAPS) untuk masa satu tahun. Dalam RAPBS itu memuat pemasukkan dan pengeluaran yang nantinya menjadi acuan pengelolaan keuangan setiap bulannya.

    ReplyDelete
  20. Yoga Prasetya
    18709251011
    S2 Pendidikan Matematika UNY 2018 A
    Manusia memiliki dimensi formal dan normatif yang berbeda-beda sesuai dengan ruang dan waktu. Tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan didunia ini oleh manusia, selagi manusia memiliki ilmu dan akal. Karena Tuhan telah memberikan akal dan ilmu ilmu untuk menyelesaikan persoalan yang ada. Selain itu manusia memiliki sebagai indera perasa, memiliki niat yang ikhlas untuk menyelesaikan masalah juga merupakan salah satu nikmat Tuhan. Namun sebesar-besar masalah manusia, solusi yang terbaik adalah memohon kepada Allah SWT Sang Maha Memberi Petunjuk.

    ReplyDelete
  21. Totok Victor Didik Saputro
    18709251002
    S2 Pendidikan Matematika A 2018

    Selamat pagi Prof.
    Formal adalah aturan. Aturan sudah seharusnya untuk ditepati dan dijalani. Pemberontakan para formal akan menyebabkan pandangan baru akan muncul. Pandangan ini akan berbentuk aturan yang tidak ditepati. Tidaklah salah ketika aturan tidak ditepati. Hal ini dapat berarti benar apabila aturan tersebut tidaklah sesuai dengan ruang dan waktunya. Artinya aturan yang dibuat menyimpang dengan tujun hidup sebenarnya. Disinilah formal tidak lagi menjadi formal yang sebenarnya. Terima kasih.

    ReplyDelete
  22. Luthfannisa Afif Nabila
    18709251031
    S2 Pendidikan Matematika B 2018
    Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh
    Dari elegi diatas dapat diambil hikmahnya bahwasanya akal dan pikiran digunakan untuk menggapai ilmu dan memecahkan masalah. Jika akal berteman dengan hati maka itulah setinggi-tinggi dimensi manusia yang dibarengi campur tangan Tuhan Yang Maha Esa. Terima kasih.
    Wassalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.

    ReplyDelete
  23. Amalia Nur Rachman
    18709251042
    S2 Pendidikan Matematika B UNY 2018

    Formal, normatif, dan spiritual merupakan rentangan dari sebuah material. Maka penting bagi kita untuk sebaiknya mampu dalam mengaplikasikannya sesuai dengan ruang dan waktu. Selain itu, yang lebih penting adalah bagaimana kita menggunakan hati dalam setiap perbuatan begitu pula keikhlasan sehingga hanya Ridho Allah yang kita harapkan dalam setiap langkah dan urusan

    ReplyDelete
  24. Kartianom
    18701261001
    S3 PEP 2018

    Formal itu wadah. Wadah dapat menjamin substansi. Suatu wadah tanpa isi adalah kosong, isi tanpa wadah juga tidak memiliki makna. Wadah dan isi saling terkait satu sama lain. Misalkan wadahnya RPP, isinya tentang strategi guru untuk membuat pembelajaran di dalam kelas menjadi efisien dan efektif. Di situlah terlihat juga kualitas dari isi. Strategi yang dirancang apakah sudah baik atau tidak.

    ReplyDelete
  25. Puspitarani
    19709251062
    S2 Pendidikan Matematika D 2019
    Terima kasih Bapak atas artikel elegi pemberontakan para formal yang telah Bapak share kepada kami. artikel sebelumnya membahas tenatng elegi pemberontakan para normatif, dan sekarang membahas tentang elegi pemberontakan para formal. Hampir sama dengan artikel elegi pemberontakan para normatif yaitu apabila kita ingin harapan kita tercapai maka kita harus mempersiapkannya dengan baik. Pun juga begitu, Elegi ini menggambarkan bahwa untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan ini tidak hanya akal yang dibutuhkan, namun juga hati. Akal itu sebagai sarana untuk berpikir dan hati ini sebagai pemantau. Pengetahuan yang didapatkan manusia untuk menyelesaikan masalah sehari-hari dan prilaku manusia sebagai pendukung untuk menjadi manusia yang baik. Tak dapat dibayangkan jika ada orang yang sangat pintar tanpa memiliki hati yang baik. Pasti kehidupan di dunia ini akan rusak, tidak ada lagi rasa nyaman, aman, apalagi tentram. Yang ada hanyalah pertikaian, permususan, haus kekuasaan dan kekayaan, dll. Selain akal dan hati, kita juga wajib menyelingi dengan doa, apalah daya semua usaha dan kerja keras kita tanpa disertai doa. karena manusia hanyalah yang merencanakan, namun Tuhanlah yang memberikan.

    ReplyDelete
  26. Zuari Anzar
    19701251006
    S2 PEP A 2019

    Pikiran manusia adalah kemampuan manusia itu sendiri. Tidaklah mampu seseorang menggapai pikiran orang lain. Karena sebenar benarnya pikiranku adalah bukan pikiranmu. Keterbatasan kemampuan itulah yang menjadi sebab manusia tidak dapat memikirkan hal yang tidak ada dalam pikirannya. Untuk menjadi sesuatu kita harus sadar ruang dan waktu, berpikir secara intensif dan ekstensif serta berusaha menggapai logos. Ketiga hal ini yang jika digabungkan akan menjadi kekuatan yang besar dalam menggapai sesuatu.

    ReplyDelete
  27. Tiara Wahyu Anggraini
    19709251065
    S2 Pendidikan Matematika D 2019

    Dari elegi di atas menggambarkan bahwa untuk menggapai ilmu kita harus menggunakan akal dan pikiran. Namun, menggunakan akal dan pikiran saja tidak cukup. Diperlukan juga hati agar seimbang. Banyak orang berkata bahwa barang siapa menginginkan kesuksesan maka gunakanlah hati dan pikiran secara seimbang. Dalam bersikap, bertutur kata, dan dalam mengambil keputusan hendaknya meminta pertimbangan dari akal maupun hati. Dengan pertimbangan akal maka keputusan tersebut juga tidak akan melanggar kebenaran akal, minimal akal kita sendiri. Dengan menggunakan hati, keputusan tersebut tidak akan bertentangan dengan hati seseorang, minimal hati kita sendiri. ini dilakukan agar masing-masing akal dan hati secara umum mengetahui suatu kebenaran umum yang diakui bersama.

    ReplyDelete
  28. Lovie Adikayanti
    19709251068
    S2 Pendidikan Matematika D
    Assalamualaikum wr.wb
    Dari elegi ini terlihat para formal ingin menjadi normatif atau para formal ingin normatif menjadi formal. Artinya ada gejolak perebutan kedudukan.
    Dari elegi ini juga adalah pelajaran bahwa untuk menjadi sesuatu kita harus sadar ruang dan waktu, berpikir secara intensif dan ekstensif serta berusaha menggapai logos. Ketiga inilah yang jika digabungkan semua akan menjadi kekuatan yang besar dalam menggapai sesuatu.
    Ketika salah satu dari tiga itu hilang maka akan ada yang tidak tercapai dari cita-citanya.

    ReplyDelete
  29. Rochyati
    19709251074
    S2 P. Mat D 2019

    Kebahagiaan dapat kita peroleh jika dalam hidup kita selalu memandang sesuatu dari sudut pandang material, formal, normatif dan spiritual, tidak terpaku pada definisi. Dalam hal ini, sesuatu yang formal dan normatif harus saling mendukung dan ada suatu keseimbangan diantara keduanya. Karena jika terjadi ketidakseimbangan antara formal dan normatif, maka akan berdampak buruk pada kehidupan kita.

    ReplyDelete
  30. Wilis Putri Hapsari
    19701251017
    S2 PEP A 2019

    Formal dan normatif dapat berlawanan pada suatu ruang dan waktu. Ketika dua-duanya sedang bertentangan, formal mempunyai kewenangan lebih untuk memaksa normatif menyamakan diri atau mengikuti formal yang mengikat berupa aturan-aturan. Namun normatif sering mempunyai pengikut yang lebih banyak karena normatif lahir dari kebiasaan serta aturan-aturan dari masyarakat sebagai bentuk lanjutan dari tujuan kehidupannya. Formal dan normatif dapat juga berjalan beriringan ketika budaya masyarakat disuatu tempat sesuai dengan aturan formal yang berada di masyarakat tersebut, dan dari situlah terciptanya masyarakat yang madani.

    ReplyDelete
  31. Ngaenun Nangim
    19709251058
    S2 Pendidikan Matematika D 2019

    Setiap manusia mempunyai masalah, namun bagaimana cara orang tersebut menyikapinya yang membuat seseorang berkualitas. Kualitas dalam mengkaji persoalan berkaitan erat pada pemilihan prinsip yang digunakannya. Baik prinsip normatif, formal, maupun logos, memiliki imbas tersendiri dari cara pandang seseorang dan terhadap caranya untuk menyelesaikan. Sejatinya permasalahannya bukan pada tautologi ataupun pada kontradiksi itu sendiri, tetapi pada mengapa sampai timbul tautologi dan kontradiksi dan bagaimana implikasi yang ditimbulkannya.

    ReplyDelete
  32. Hajra Yansa
    19701251017
    S2 PEP A 2019


    Dari elegi di atas menggambarkan bahwa untuk menggapai ilmu kita harus menggunakan akal dan pikiran. Namun, menggunakan akal dan pikiran saja tidak cukup. Manusia membutuhkan hati sebagai pengontrol. Ary Ginanjar mengulas hal tersebut dalam buku ESQnya bahwa manusia sangat bergantung pada emotional dan spritual dalam mencapai ilmu. Berarti kita perlu memandang sesuatu dari sudut pandang material, formal, normatif dan spiritual untuk mencapai keutuhan.

    ReplyDelete
  33. Alfiana Dewi
    19701251005
    S2 PEP A 2019

    Manusia memiliki dimensi formal dan normatif yang berbeda-beda sesuai dengan ruang dan waktu. Tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan didunia ini oleh manusia, selagi manusia memiliki ilmu dan akal .Akal itu sebagai sarana untuk berpikir dan ilmu adalah sebagai landasan atas apa yang sudah pikirkan.namun juga perlu diketahui manusia memiliki batas dalam kemampuan karena manusia bukan makhluk sempurna. Dan disinilah peran normatif dan formatif harus saling beriringan agar tidak timbul tumpang tindih dalam kehidupan.

    ReplyDelete