Oct 16, 2010

Elegi Memahami Elegi

Oleh Marsigit

Mahasiswa:
Aku jengkel, aku marah, aku tak peduli, aku tersinggung...



Dosen:
Sebentar apa masalahnya? Mengapa anda bersikap demikian?

Mahasiswa:
Ah Bapak tak perlu berpura-pura. Kan segala macam persoalan yang membuat Bapak sendiri.

Dosen:
Oh baik apakah ini berkaitan dengan perkuliahan filsafat. Jika benar apakah ini berurusan dengan Elegi-elegi?

Mahasiswa:
Sumpah serapah. Saya tak mau lagi membaca Elegi? Kekaguman saya kepada bapak juga runtuh sudah. Ternyata Bapak tidak seperti yang aku pikirkan.

Dosen:
Lho kenapa, emangnya apa salahnya Elegi? Jika engkau telah menemukan bahwa aku tidak perlu lagi engkau kagumi, bukankah itu adalah satu jalanmu bagi pencerahanmu. Filsafat itu tidak tergantung oleh keberadaan saya. Sehebat-hebat aku sebagai dosen, itu adalah ibarat setitik pasir ditepi lautan filsafat. Maka aku perlu sarankan pula agar engkau pun perlu memikir ulang kekagumanmu terhadap dosen yang lain. Sebab hal yang demikian dapat melemahkan usahamu mewujudkan pikiran kritismu.

Mahasiswa:
Bapak itu tidak mutu. Kenapa aku belajar filsafat pakai syarat harus (diwajibkan) membaca Elegi?

Dosen:
Sebetulnya bukan wajib. Wajib itu relatif. Selama itu masih urusan dunia, segala kewajiban itu masih bisa dirundingkan.

Mahasiswa:
Tetapi setelah membaca Elegi dan mengikuti kuliah Bapak saya jadi pusing. Konsep pemikiranku menjadi berantakan tak karuan. Waktu saya untuk belajar filsafat itu cuma sedikit Pak. Saya mempunyai banyak tugas-tugas yang lain. Apa lah gunanya berfilsafat, sehingga berbicara ngalor ngidul yang tak relevan dengan kehidupan sehari-hari. Lagi pula tidak ada sangkut pautnya dengan tugas mengajar saya. Saya perlu pemondokan, saya perlu transportasi, saya bolak balik dari kampus ke tempat asalku. Itu sudah sangat menyita waktu.

Dosen:
Lha apa usulmu dan apa maumu?

Mahasiswa:
Berikan saja kepada saya referensi yang singkat, padat dan jelas, untuk kemudian saya bisa baca dengan singkat dan saya gunakan untuk persiapan ujian. Beres gitu aja pak.

Dosen:
Maaf, menurut pandangan saya. Ibarat perjalanan, anda sudah memasuki jalan-jalan dan gang sempit, sehingga sulit bagi dirimu untuk membalikkan kendaraanmu atau parkir atau balik arah dsb. Padahal orang belajar filsafat itu ibarat duduk di lobi, dia belum menentukan sikap jalan mana yang harus dilalui, dia hanay baru memikirkannya.

Mahasiswa:
Lagi-lagi, Bapak mulai berfilsafat. Mulai sekarang saya akan diam saja, tidak akan bertanya, tidak akan membuat komen pada Elegi, dan bersifat pasif saja dalam perkuliahan.

Dosen:
Kelihatannya anda cukup bernafsu dalam bersikap. Jika demikian maka pilihan hidup anda akan semakin sedikit. Bukankah banyak orang lebih suka mempunyai banyak pilihan agar hidup itu membahagiakan?
Padahal dalam mempelajari filsafat, mahasiswa itu seyogyanya dalam keadaan NOL. Artinya agar mampu berpikir kritis, maka kita perlu berpikir netral, tidak prejudice atau watprasangka, tidak emosi, tidak putus asa.

Mahasiswa:
Ah lagi-lagi Bapak mulai berfilsafat. Saya jujur saja jemu dengan segala macam ceremah Bapak.

Dosen:
Jikalau engkau mulai jemu dengan ceramah saya, bukankah setiap hari saya sudah beri kesempatan untuk bertanya, usul, memberi saran atau apa saja baiknya agar engkau mampu belajar filsafat.

Mahasiswa:
Sebetulnya sih enggan aku katakan. Jujur saja untuk berbicara di kelas juga aku mengalami kesulitan, karena mungkin bacaanku juga masih sedikit.

Dosen:
Kenapa engkau tidak usul atau bertanya atau memberi saran.

Mahasiswa:
Untuk itu semua juga sama saja. Saya tidak merasa pede karena mungkin saya juga kurang membaca. Atau bacaan saya belum relevan dengan pokok pembicaraan.

Dosen:
Terus apalagi yang ingin engkau sampaikan?

Mahasiswa:
Kenapa Bapak melakukan testing filsafat, sehingga terasa memberatkan mahasiswa?

Dosen:
Itu merupakan komunikasi formal. Wajib hukumnya bagi dosen untuk menguji mahasiswa.

Mahasiswa:
Kenapa ujiannya seperti itu, lain lagi minta ujiannya sesuai dengan selera saya.

Dosen:
Ujian seperti apa yang engkau inginkan?

Mahasiswa:
Aku sendiri juga bingung. Bagaimana ya cara Bapak menguji diriku agar Bapak juga tahu kemampuan berfilsafatku?

Dosen:
Saya sebetulnya mempunyai banyak cara dan teori untuk mengujimu. Anda sendiri juga bisa membuat refleksi, bisa membuat makalah, bisa menguraikan atau membuat tesis, anti tesis atau sintesis.

Mahasiswa:
Apa pula itu Pak?

Dosen:
Kemarahan dan emosimu telah menutup sebagaian ilmumu. Jika engkau terus-teruskan itulah sebenar-benar musuhmu dalam belajar filsafat. Jika engkau tidak mamu mengatasi sampai kuliah ini berakhir, itu pertanda engkau gagal dalam menempuh perkuliahan. Padahal sebetul-betulnya yang terjadi adalah untuk belajar filsafat, tidak cukup hanya membaca sedikit, tidak tepat kalau hanya menginginkan petunjuk teknis, tidak cukup kalau hanya membaca referensi wajib, tidak cukup hanya berpikir parsial. Jika itu yang engkau lakukan maka itulah sebenar-benar anda akan menjadi manusia yang berbahaya dimuka bumi ini, karena anda akan menggunakan filsafat tidak tepat ruang dan waktunya. Maka mempelajari filsafat juga tidak bisa urut hirarkhis, tidak hanya membaca tetapi berfilsafatlah dengan segenap jiwa ragamu. Itulah maka sebenar-benar filsafat adalah refleksi hidupmu sendiri. Amarahmu dan kekecewaanu itu adalah catatanmu. Tetapi ketahuilah bahwa amarah dan emosi itu sebenar-benar adalah telah menghabiskan dan membakar energimu.

Mahasiswa:
Bapak otoriter.

Dosen:
Otoriter itu dunia. Dia punya batas-batasnya. Dia bisa sangat kuat tetapi juga bisa sangat lemah. Jika otoritasnya sangat lemah mungkin dia demokratis, tetapi tidak selalu demikian. Lihat betapa Amerika begitu garangnya berperang dalam rangka menegakkan demokrasi. Lalu apa usulmu lagi?

Mahasiswa:
Sementara aku akan berdiam diri.

Dosen:
Baik, dalam diam itu ada kebajikan. Karena diam dapat digunakan sebagai sarana untuk refleksi diri. Ketahuilah bahwa refkesi diri itu merupakan kegiatan berpikir yang paling tinggi. Demikianlah semoga kita semua dapat selalu belajar dari pengalaman. Amiiin.

Mahasiswa:
Ntar Pak jangan ditutup dulu. saya ingin tanya dengan jurur. Terus terang saya mengalami kesulita memahami Elegi Bapak.

Dosen:
Baik anda mengalami kesulitan karena saya menggunakan berbagai macam bahasa dengan segala tingkatannya.

Mahasiswa:
Maksud Bapak?

Dosen:
Elegi itu tidak hanya meliputi jenis ucapan tetapi juga tindakan ucapan. Kita mengetahui ada paling sedikit empat macam jenis komunikasi: material, formal, normatif dan spiritual. Maka Elegi itu meliputi semua tingkatan jenis komunikasi tersebut.

Dalam Elegi aku juga berusaha menggunakan bahasa konstatif, maksudnya saya berusaha menggambarkan suatu kejadian atau fakta atau fenomena menggunakan gaya bahasaku sendiri. Dengan bahasa konstatif itu anda dapat melakukan verifikasi atau menilai benar salahnya pernyataan saya. Maka carilah mereka itu dalam Elegi-elegi saya. Tetapi ada juga Elegi dimana saya bebas memilih kata-kata atau bahasa saya sesuai dengan selera saya.

Dengan bahasa demikian saya tidak bermaksud agar anda membuktikan kebenarannya, tetapi semata-mata merupakan usaha saya sebagai penutur bahasa untuk memberi muatan filsafat, muatan moril atau muatan pengetahuan atau muatan pengalaman lainnya. Dengan bahasa perforatif itu saya ingin menunjukkan bahwa elegi itu memang orisinil tulisan saya.

Saya juga ingin menunjukkan kehadiran keterlibatan saya dalam elegi itu dengan demikian saya bisa lebih menghayati penulisan elegi itu. Di sinilah mungkin terjadi perbedaan taraf kelaikan yang anda harapkan dengan taraf kelaikan yang saya gunakan atau saya pilih. Jika terjadi kesenjangan ini maka saya menyadari bahwa anda akan dibuatnya “unhappy”, sedangkan saya sipembuat elegi happy-happy saja.

Tetapi dalam membuat Elegi ini saya juga tidak hanya melakukan hal-hal di atas. Dalam beberapa hal saya juga melakukan apa yang disebut sebagai tindakan lokusi, yaitu meletakkan tanggung jawab penuturan bahasa bukan pada penuturnya tetapi kepada semuanya. Artinya penuturan bahasa itu memang bersifat umum. Dengan mengambil tindakan lokusi pada suatu Elegi saya merasa mempunyai landasan untuk mengembangkan tindakan illokusi bahasa.

Tindakan illokusi bahasa adalah bahasa yang menunjukkan lawan terhadap tindakan sesuatu, dengan demikian tindakan illokusi ini akan menuntut saya sebagai si penutur bahasa untuk bersikap konsekuen juga melaksanakan penuturan saya itu. Misal keyika saya menyarankan anda untuk membaca, itu berarti saya juga seharusnya menyarankan kepada diri saya juga. Demikian juga ketika saya menyarankan anda untuk berbuat baik, bertindak konsisten, berpikir kritis, dsb.

Namun tidak hanya itu saja. Kata-kataku dalam elegi juga sebagian menunjukkan keadaan si pendengar dengan segala implikasinya. Artinya, saya menyadari bahwa kata-kata saya itu akan berpengaruh terhadap si pembaca elegi. Dalam filsafat bahasa mungkin ini yang disebut sebagai tindakan saya yang bersifat perlokusi.

Misalnya kalimat saya yang berbunyi-tidak mungkin belajar filsafat tanpa membaca-.
Ini berakibat anda sebagai mahasiswa saya yang menempuh filsafat, mau tidak mau harus membaca. Jika hal demikian dirasa berat, itulah anda dan juga saya menemukan bukti yang kesekian kalinya bahwa manusia di dunia itu bersifat kontradiktif.

Maka dapat aku katakan bahwa hidup itu adalah pilihan. Jika itu telah menjadi pilihanmu, mengapa engkau melakukan segala perbuatanmu kelihatannya kurang ikhlas. Bukannya engkau tahu bahwa ketidak ikhlasan walau sedikitpun itu tidak akan membawa manfaat baik di dunia maupun akhirat.

Maka renungkanlah. Semoga Allah SWT mengampuni segala kesalahan dan dosa-dosa kita. Amiin.

30 comments:

  1. Muhammad Fendrik
    18706261001
    S3 Dikdas 2018
    Sebelumnya terima kasih Prof Marsigit untuk ilmunya hari ini..saya akan mencoba mengomentari artikel ini sesuai dengan pemahaman saya.
    Manusia selalu bernafsu menginginkan apa yang diinginkan oleh hati dan pikirannya akan tetapi lupa akan batasan-batasan kemampuan hati dan pikirannya. Seperti artikel memahami elegi ini menceritakan mahasiswa yang mulai bingung dan keputusasaan dengan dirinya sehingga mencari berbagai cara untuk mengelak tanpa memahami dan menyadari bahwa sebenarnya dengan belajar filsafat dia sedang meningkatkan kualitas dirinya dalam menggunakan pikiran dan hatinya.

    ReplyDelete
  2. Aizza Zakkiyatul Fathin
    18709251014
    PPS Pend. Matematika A

    Tidak dipungkiri bahwa apa yang dirasakan mahasiswa dalam elegi itu juga dirasakan Saya. Dalam membaca elegi-elegi Bapak membutuhkan energi banyak dalam berpikir dan memahami maknanya. Sulitnya memahami makna dalam elegi biasanya pada bahasanya yang sering kali berputar-putar. Namun, memang benar ketika membaca elegi dengan hati ikhlas dan pikiran yang jernih akan sangat membantu dalam memahami setiap makna pada elegi-elegi Bapak Karena benar bahwa dengan ikhlas ilmu yang kita peroleh akan lebih bermakna karena ketidak-ikhlasan tidak akan membawa manfaat baik di dunia dan di akhirat. Dan apabila kita belajar tidak ikhlas hanya akan membuat diri kita penuh dengan emosi dan kemarahan, padahal seperti yang Bapak sampaikan kemarahan dan emosi akan menutup sebagaian ilmu. Na’udzubillah.

    ReplyDelete
  3. Seftika Anggraini
    18709251016
    S2 PM A 2018

    Jika mahasiswa dalam elegi ini beranggapan bahwa belajar filsafat tidak ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, saya kurang menyetujuinya. Justru semenjak belajar filsafat, saya merasa diri saya lebih tenang dalam menyikapi beberapa keadaan dalam kehidupan saya. Selain itu, saya juga lebih terlatih untuk berpikir kritis. Belajar hal-hal yang baik itu tidak memiliki batasan. Tidak ada batasan ruang, batasan waktu, batasan sumber referensi. Bahkan terkadang kita perlu belajar dari sesuatu yang salah agar mengetahui sesuatu yang benar. Membaca elegi-elegi yang telah tersedia merupakan usaha kita untuk belajar filsafat dan mengetahui bagaimana seharusnya kita bertindak.
    Terima kasih

    ReplyDelete
  4. Dini Arrum Putri
    18709251003
    S2 P Math A 2018

    Filsafat adalah olah pikir. Bagaimana kita bisa berpikir, pertama kali saya mengenal filsafat pun saya berusaha untuk memahami sebenarnya apa itu filsafat dan bagaimana cara mempelajarinya? Sering berpikir bahwa pikiran saya tidak mampu untuk berfilsafat namun seiiring membaca tentang elegi mengikuti perkuliahan filsafat saya mulai memahami bagaimana berfilsafat walaupun di perkuliahan hanya membimbing namun sering membaca maka kita sering belajar untuk berfilsafat.

    ReplyDelete
  5. Fany Isti Bigo
    18709251020
    PPs UNY PM A 2018

    Berfilsafat itu sangat penting, membaca elegi juga penting dan tidak menjadi kendala untuk mempelajarinya selama kita mau berusaha dengan niat, tulus hati dan menyediakan waktu untuk membacanya. Untuk memperoleh pengetahuan baru dan menambah wawasan membutuhkan proses, kita harus bisa melalui proses itu, dan ketika kita sudah melewati proses tersebut, kita akan menikmati hasil dari usaha kita. elegi-elegi tidak untuk dibaca saja namun untuk dipahami sebagai tuntunan dalam hidup.

    ReplyDelete
  6. Herlingga Putuwita Nanmumpuni
    18709251033
    S2 Pendidikan Matematika B 2018

    Apa yang dirasakan mahasiswa dalam elegi memahami elegi ini seperti kilas balik yang saya dan teman-teman saya alami ketika memulai perkuliahan filsafat. Setiap minggunya bapak selalu mengingatkan untuk membaca, membaca, dan membaca elegi-elgi bapak yang telah diposting dalam web ini. Berulang kali bapak mengingatkan kami dan bahkan menyebutkan bahwa ia yang memiliki komen 600 lah yang berhak mendapat nilai akhir sempurna. Elegi-elegi yang bapak posting dan segala sesuatu tentang filsafat yang bapak berikan memiliki pilihan diksi yang tidak mudah untuk dipahami. Kadangkala maknanya tidak tersurat secara langsung tapi tersirat dalam permainan bahasa yang bapak sajikan.
    Sesekali bahkan ada beberapa elegi yang harus saya baca secara dua atau tiga kali agar saya dapat mengetahui makna yang terdapat dalam elegi tersebut. Padahal jumlah postingan bapak semuanya berjumlah lebih dari 600 postingan. Seperti yang disebutkan dalam elegi ini : Kemarahan dan emosimu telah menutup sebagaian ilmumu. Jika engkau terus-teruskan itulah sebenar-benar musuhmu dalam belajar filsafat. Hal tersebut benar, karena emosi yang kami rasakan, dimana kami merasa tugas memberi komen ini sungguh tidak mudah, sungguh perlu waktu yang tidak sebentar padahal tugas lain juga mendampingi kami. Karena rasa emosi tersebut justru memeberatkan langkah saya untuk bisa aktif dan intens memberi komen pada blog bapak.
    Tapi ketika saya tersadar dan membangun keikhlasan dalam mengerjakan tugas ini saya justru seperti mendapat semangat dan kemampuan lebih dalam memahami elegi-elegi ini. Semoga usaha dan kerja keras saya dalam memenuhi tugas ini memberikan berkah bagi saya kedepannya. Maka benar adanya bahwa hidup itu adalah pilihan. Jika itu telah menjadi pilihanmu, mengapa engkau melakukan segala perbuatanmu kelihatannya kurang ikhlas. Bukannya engkau tahu bahwa ketidak ikhlasan walau sedikitpun itu tidak akan membawa manfaat baik di dunia maupun akhirat.

    ReplyDelete
  7. Hasmiwati
    18709251023
    S2 Pend.Matematika B 2018

    Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
    Belajar membutuhkan ketekunan, keberanian dan keikhlasan. Sama halnya dengan belajar filsafat yang butuh ketekunan mempelajarai pemikiran-pemikiran para filsuf. Keberanian dalam berpikir secara luas yaitu intensif dan ekstensif serta keikhlasan mengikuti dan memahami perbedaan para pemikiran filsuf yang memiliki alasan tersendiri. Oleh karena itu, sebagai pelajar filsafat bisa mempelajari dari segi kebenaran dari belajar filsafat itu sendiri dengan cara membaca, memahami dan memikirkan kebenarannya melalui elegi dan sumber lainnya yang relevan.

    ReplyDelete
  8. Bayuk Nusantara Kr.J.T
    18701261006

    Belajar filsafat sebagai ikhtiar menemukan pemahaman yang jernih tentang segala sesuatu (terutama perihal dirinya sendiri) merupakan makna dari filsafat itu sendiri. Filosophia adalah “keinginan menjadi arif”, dan kegiatan belajar tentu saja berada dalam keinginan yang sama. Seorang pembelajar seharusnya terus-menerus menegaskan pada dirinya bahwa ia bukanlah “orang-orang yang arif” (sofis) walaupun telah menemukan banyak informasi dan wawasan, pembelajar yang baik adalah yang terus menerus penasaran pada soal bagaimana menjadi arif itu.

    ReplyDelete
  9. Dita Aldila Krisma
    18709251012
    PPs Pendidikan Matematika A 2018

    Kalau direnungkan kembali, kita kuliah mengikuti setiap mata kuliah tujuannya bukan hanya untuk menempuh ujian dan memperoleh nilai tetapi juga untuk memperdalam ilmu, menggali sudut pandang kritis kita, dan mengokohkan ilmu yang kita miliki. Mata kuliah filsafat yang ditempuh di semester 1 harusnya dimanaatkan dengan sungguh-sungguh agar kita dapat menempatkan ilmu yang kita miliki pada ruang dan waktu yang tepat. Memang benar apa yang disampaikan pada elegi di atas bahwa mempelajari filsafat ini menggiring pribadi sesorang untuk merefleksi kehidupan diri sendiri. Tapi tidak dipungkiri bahwa butuh hati yang ikhlas dan pikiran yang jernih untuk bisa memahami elegi-elegi yang disajikan.

    ReplyDelete
  10. Janu Arlinwibowo
    18701261012
    PEP 2018

    Dalam melakukan segala sesuatu, kita harus memiliki modal awal yaitu keikhlasan. Aspek ini akan memberikan dampak besar karena terhubung dengan hati dan pikiran. Ketidakikhlasan akan menutup pintu masuk ilmu dalam pikiran, dan menutup erat-erat pintu bahagia dalam hati. Termasuk dalam berelegi, keiklasan adalah awalan pokok yang harus dimiliki.
    Sebuah kerugian ketika kita berelegi dalam ketidakikhlasan. Elegi dengan berbagai bahasa “njlimet” merupakan suatu bacaan yang sulit dipahami. Bahkan beberapa kali dibutuhkan pengulangan untuk mengikuti pemikirannya. Dalam sebuah kesulitan, ketidakikhlasan akan memperparah. Dengan tidak ikhlas bukan membuat kita nyaman akan tetapi membuat kita semakin sulit memahami karena terjadi eror dalam pintu masuk ilmu di pikiran. Elegi terasa semakin berat dan stamina semakin cepat terkuras. Tanpa keikhlasan hati juga tidak akan nyaman. Kemalasan akan mendominasi sedangkan sadar bahwa “ini sebuah keharusan”. Timbul suatu konflik dalam diri yang menghadirkan ketidaknyamanan.
    Oleh karena itu, hendaklah berpikir secara mendalam untuk menemukan hikmah dari konsekuensi penilaian. Menilai sesuatu dengan bijak, dan melandasi aktivitas dengan keikhlasan.

    ReplyDelete
  11. Rindang Maaris Aadzaar
    18709251024
    S2 Pendidikan Matematika 2018 (PM B 2018)

    Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
    Elegi yang ada pada blog ini memang tidak bisa dipahami dengan sekali membaca saja. Hal ini karena filsafat memang menggunakan bahasa analog dimana semuanya yang dituliskan menggunakan perumpamaan. Selain itu, elegi yang ada memenuhi beberapa cara dalam menyampaikannya seperti melalui material, formal, normatif dan spiritual. Bahasa yang digunakan juga menggunakan bahasa yang konstantif dimana cara penyampaianya tergantung bagaimana ingin digunakan. Oleh karena itu diperlukan pikiran yang jernih dan hati yang ikhlas dalam setiap memahami elegi yang ada
    Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

    ReplyDelete
  12. Elsa Apriska
    18709251005
    S2 PM A 2018

    Membaca elegi ini memang seperti kembali mengingatkan saya pertama kali membaca elegi-elegi dalam blog ini. Banyak kebingungan yang muncul dan tidak mengerti apa yang dimaksud dalam elegi tersebut. Namun seperti yang Bapak katakan bahwa saat membaca dan memberikan komentar haruslah dengan ikhlas hati dan fikiran. Walaupun dengan keterbatasan saya tidak sepenuhnya hal tersebut bisa terwujud. Namun seiring waktu dan membaca beberapa elegi ternyata ini sangat membantu sekali dalam proses pembelajaran filsafat. Kami lebih bisa paham bagaimana filsafat itu sendiir melalui elegi-elegi yang disampaikan.

    ReplyDelete
  13. Diana Prastiwi
    18709251004
    S2 P. Mat A 2018

    Elegi memahami elegimengingatkan saya tentang ikhlas dan syukur. Dua hal yang berbeda namun sarat makna dan memiliki keterkaitan. Ikhlas dalam menghadapi dan mempelajari sesuatu serta senantiasa bersyukur dengan apa yang telah Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya untuk menjalani kehidupan di dunia ini. Tidak ada cobaan yang diberikan Allah melainkan agar manusia senantiasa menjadi lebih baik dan pribadi yang kuat serta suatu bentuk kasih sayang yang Allah berikan.

    ReplyDelete
  14. Yoga Prasetya
    18709251011
    S2 Pendidikan Matematika UNY 2018 A
    Hidup ini dipenuhi dengan pilihan, memilih untuk tidak memilih juga termasuk pilihan. Memilih untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana pendidikan matematika adalah pilihan saya. sehingga saya harus mengikuti proses alur yang telah ditetapkan dengan hati yang ikhlas. Memahami elegi merupakan salah satu cara untuk belajar filsafat yaitu olah pikir. Sehingga kita bisa memahami pikiran para filsuf yang memiliki banyak ide dan gagasan. Sesuatu yang kita lakukan dengan niat baik dan ikhlas akan bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. termasuk belajar memahami setiap elegi yang dituliskan.

    ReplyDelete
  15. Luthfannisa Afif Nabila
    18709251031
    S2 Pendidikan Matematika B 2018
    Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh
    Jangan berpikir negatif terlebih dahulu terhadap sesuatu sebelum kamu melakukannya secara langsung. Kita ini akan seperti apa yang kita pikirkan tentang diri kita sendiri karena sugestinya kita sendiri yang tau bagaimana kita. Begini, pikiran yang diulangi terus menerus akan mengendap di dalam alam bawah sadar kita dan secara tidak langsung kita sudah melakukan sugesti negatif atau menghipnotis diri sendiri bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Maka hampir dipastikan apa yang dikhawatirkan sungguh sungguh akan terjadi. Segala sesuatu pasti ada penyebabnya, kenapa sampai begitu pasti ada sesuatu, kita tidak boleh langsung menghakimi. Terima kasih.
    Wassalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.

    ReplyDelete
  16. Totok Victor Didik Saputro
    18709251002
    S2 Pendidikan Matematika A 2018

    Selamat siang Prof.
    Memahami elegi akan menjadi sulit apabila dilakukan tidak dengan ikhlas. Oleh sebab itu, keikhlasan sangatlah diperlukan sehingga makna dari elegi yang diberikan dapat tersampaikan dan diterima dengan baik. Memahami elegi artinya mencoba merasakan apa yang dialami oleh para filsuf baik mengenai pola pikir dan pandangan serta cara filsuf melakukan sesuatu hal. Artinya elegi ini membantu kita memahami apa dan bagaimana filsafat itu terjadi. Berfilsafat dapat dilakukan dengan banyak hal. Salah satunya adalah melalui elegi yang dipahami ini. Elegi membantu mempermudah pemahaman mengenai filsafat itu sendiri. Alhasil, filsafat dapat dirasakan secara menyeluruh. Terima kasih.

    ReplyDelete
  17. Amalia Nur Rachman
    18709251042
    S2 Pendidikan Matematika B UNY 2018

    Dari artikel di atas, saya menjadi lebih tahu arti dari elegi yang sebelumnya pernah ditanyakan dalam kuliah filsafat. Ketika kita terlalu sombong dan berkeyakinan untuk tidak mau belajar disitulah sebenar-benarnya penyebab kekeringan hati dan pikiran yang ada. Sering membaca hal yang bermanfaat walau terkadang terkesan membingungkan akan semakin membuka pemikiran, hal tersebut bisa menjadi pengingat untuk kita dalam mencari ilmu agar tidak sombong akan apa yang telah kita miliki

    ReplyDelete
  18. Erma Zelfiana Surni
    18709251009
    S2. P.Matematika A 2018

    Assalamualaikum Wr. Wb
    Dalam menuntut ilmu di perlukan keikhlasan, agar ilmu bisa terserap rapat untuk di pahami. Melihat artikel Bapak tentang elegi, memang membutuhkan otak yang sabar dan ikhlas. karena akan sangat disayangkan jika membacanya tanpa ikhlas, itu sama saja masuk telinga kanan keluar telinga kiri (ilmu yang di pelajari keluar begitu saja tanpa ada pemahaman yang mendasar). Terlebih lagi, kita hanya membuang waktu yang begitu berharga secara sia-sia.

    ReplyDelete
  19. Puspitarani
    19709251062
    S2 Pendidikan Matematika D 2019
    Terima kasih Bapak atas artikel yang telah Bapak share kepada kami. Saya tertawa membacanya Pak, terlihat ada mahasiswa yang berbicara dengan dosennya, dan ketika dosennya membahas mengenai filsafat mahasiswanya menunjukkan rasa kurang sukanya, karena menurutnya filsafat itu sulit. Mahasiswa itu juga sudah jemu dan bosan apabila dosennya mulai berbicara mengenai filasfat. Jujur saya juga belum terlalu paham dengan elegi. dari cerita di atas Elegi itu tidak hanya meliputi jenis ucapan tetapi juga tindakan ucapan. Kita mengetahui ada paling sedikit empat macam jenis komunikasi: material, formal, normatif dan spiritual. Maka Elegi itu meliputi semua tingkatan jenis komunikasi tersebut. Jadi elegi itu tidak hana berupa ucapan, tetapi juga bisa berupa tindakan, misalnya "kemarahan dan emosimu telah menutupi sebagian ilmumu", dapat saya artikan bahwa kemarahan dan emosi itu tidak memberikan kita manfaat, tapi malah akan menimbulkan rasa ketidaksenangan terhadap sesuatu. misalnya marah dan emosi ketika mendapat nilai ulangan jelek, sebaiknya kita tidak marah dan emosi, namun lebih kepada instropeksi diri kenapa nilai kita bisa jelek, sehingga dengan jeleknya nilai kita akan membuat kita lebih bersungguh-sungguh dalam belajar dan mencintai proses belajar agar mendapatkan hasil yang diinginkan.

    ReplyDelete
  20. Ahmad Syajili
    19709251066
    S2 Pendidikan Matematika 2019

    Assalamualaikum wr.wb

    Terima kasih Pak Prof. atas tulisan elegi memahami elegi ini. Dari tulisan Bapak di atas, saya memahami betapa pentingnya untuk mempelajari dan memahami filsafat. Pada awalnya memang saya kesulitan dalam memahami tulisan Bapak dalam elegi-elegi ini, karena bahasa yang dipakai bukanlah bahasa yang digunakan sehari-hari. Namun semakin ke sini, saya mulai menyadari bahwa elegi yang Bapak tulis menggambarkan kehidupan manusia. Terkadang bahkan saya sendiri merasa seperti mendapat cambukan setelah membaca elegi-elegi yang Bapak tulis.
    Melalui elegi ini, saya memahami bahwa dalam memahami elegi hendaklah dengan ikhlas, baik itu ikhlas hati maupun ikhlas pikiran. Sehingga kita dapat memetik hikmah dan pelajaran dari elegi tersebut

    ReplyDelete
  21. Zuari Anzar
    19701251006
    S2 PEP A 2019

    Elegi ini seperti yang saya alami pada awal perkuliahan, saya merasa kesulitan memahami kata-kata yang digunakan karena masih terdengar asing bagi saya dan sulit dipahami. Setelah membaca elegi ini pikiran saya cukup terbuka bahwa intinya adalah melakukan proses berpikir, dalam berpikir harus jujur dan tidak malu untuk mengakui kalau memang belum paham.

    ReplyDelete
  22. Mira Amalia Yudhanti
    19701251014
    S2 PEP A

    Setelah membaca artikel di atas mengingatkan saya akan ketidak pahaman saya dalam mempelajari filsafat. Namun setelah saya membaca artikel-artikel prof saya mulai sedikit memahami makna berfilsafat. Dalam berflsafat gunakan pikiran dan segenap jiwa ragamu dengan ikhlas untuk mempelajarinya. Terimakasih Prof atas ilmu yang diberikan.

    ReplyDelete
  23. Tiara Wahyu Anggraini
    19709251065
    S2 Pendidikan Matematika D 2019

    Dari elegi di atas, apa yang dirasakan mahasiswa di atas juga sama yang saya rasakan ketika membaca postingan-postingan bapak. Ada beberapa kata dan kalimat yang sulit saya pahami. Kadang ketika membaca postingan bapak, saya harus membaca beberapa kali agar lebih memahami. Akibat ada beberapa kalimat dan kata yang kurang saya pahami membuat saya malas untuk mengomentari tulisan bapak. Apalagi tugas yang bapak berikan yaitu mengomentari tulisan-tulisan bapak sebanyak-banyaknya, hal-hal inilah yang membuat kita malas dan tidak ikhlas untuk mengerjakan tugas tersebut. Walaupun begitu, saya paham maksud bapak memberikan tugas berikut, agar kami dapat membaca dan memahami filsafat sehingga nantinya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti kata bapak bahwa hidup itu pilihan. Yang mana pilihan yang kita pilih yaitu mengikuti perkuliahan filsafat ilmu, yang harus kita tuntaskan, yang harus kita luluskan. Yang mana kita harus menyelesaikan tugas yang telah diberikan. Oleh sebab itu, kita harus ikhlas menjalaninya, agar terhindar dari emosi dan kemarahan yang dapat membuat sebagian ilmu yang kita dapatkan tertutup atau bahkan tidak masuk ke dalam pikiran kita. Na’udzubillahi min dzalik.

    ReplyDelete
  24. Jewish Van Septriwanto
    S2 Pendidikan Matematika D 2019
    19709251077

    Kalimat penutup dalam tulisan ini mengingatkan tentang pilihan yang sudah ditempuh oleh manusia. Misalnya saja, untuk menjadi seorang guru maka terlebih dahulu seseorang akan memilih menempuh jurusan kependidikan. Artinya, tanpa ada keterpaksaan pada akhirnya hidup juga merupakan apa yang menjadi pilihan. Ketika sudah memutuskan mengambil perkuliahan kependidikan maka harus siap dengan tugas mengajar, tugas kuliah dan lain sebagainya. Sebelum memilih tentu sebelumnya sudah mengetahui apa saja yang akan dilakukan dan sebaik-baiknya pilihan adalah pilihan yang dijalankan dengan ikhlas dan tanggung jawab.

    ReplyDelete
  25. Wilis Putri Hapsari
    19701251017
    S2 PEP A 2019

    Terimakasih Prof, setelah membaca habis tulisan ini, ruang yang tadinya sempit seakan menjadi terbuka lebar dan lapang. Mengingatkan kembali refleksi dari perkulihaan yang selama ini kami jalani, bahwa menuntut ilmu adalah tentang mengelegikan elegi, sabar dan menghargai setiap proses adalah menu pasti yang harus dilahap setiap hari. Terimakasih Prof, karena telah menyemaikan berbagai macam rasa sabar dan nasihat-nasihat penuh makna setiap harinya, dan tentu saja motivasi membaca setiap harinya karena selalu teringat akan tugas Prof ini.

    Pada akhirnya saya merasa sangat bersyukur karena telah diberikan kesempatan untuk menyelami proses ini, tidak mudah memang, tapi yakin bahwa hasilnya akan bersemi penuh makna :)

    ReplyDelete
  26. Dhamar Widya Safitri
    19701251009
    S2 PEP A 2019

    Assalamualaikum.
    Saya tertarik dengan satu kalimat “Sehebat-hebat aku sebagai dosen, itu adalah ibarat setitik pasir di tepi lautan filsafat”. Sehebat-hebatnya seseorang masih ada yang lebih hebat. Seperti yang sering bapak katakan baik diperkuliahan maupun di artikel-artikel bapak untuk menghindari sifat sombong. Terus belajar dan memanfaatkan ilmu yang didapat dengan sebaik-baiknya.
    Terimakasih

    ReplyDelete
  27. Alfiana Dewi
    19701251005
    S2 PEP A 2019

    hidup itu adalah pilihan. Jika itu telah menjadi pilihanmu, mengapa engkau melakukan segala perbuatanmu kelihatannya kurang ikhlas. Bukannya engkau tahu bahwa ketidak ikhlasan walau sedikitpun itu tidak akan membawa manfaat baik di dunia maupun akhirat. kalimat penutup ini menjadikan suatu pembelajaran. apapun yang saat ini yang kita jalanin dan apapun hasilnya merupakan suatu pilihan yang sudah kita buat

    ReplyDelete
  28. Hajra Yansa
    19701251012
    S2 PEP A 2019

    Marah dan jengkel adalah respon dari stimulus di luar lingkungan yang tidak sesuai dengan keinginan seseorang.. juga suatu pola perilaku yang dirancang untuk memperingatkan pengganggu untuk menghentikan perilaku mengancam mereka. ahli psikologi menunjukkan bahwa orang yang marah sangat mungkin melakukan kesalahan karena kemarahan menyebabkan kehilangan kemampuan pengendalian diri dan penilaian objektif. Dalam filsafat disebut sebagai hadirnya mitos atau kehilangan logos.

    ReplyDelete
  29. Hajra Yansa
    19701251012
    S2 PEP A 2019

    Para ahli psikologi modern memandang kemarahan sebagai suatu emosi primer, alami, dan matang yang dialami oleh semua manusia pada suatu waktu, dan merupakan sesuatu yang memiliki nilai fungsional untuk kelangsungan hidup. Kemarahan dapat memobilisasi kemampuan psikologis untuk tindakan korektif. Namun, kemarahan yang tak terkendali dapat berdampak negatif terhadap kualitas hidup pribadi dan sosial. Sehingga untuk mencapai logos dalam perkuliahan seseorang harus meredam marah. Marah hanya menghabiskan energi. Seorang syekh pernah membuat pernyataan bahwa untuk mencapai ilmu seseorang benar-benar menyucikan dirinya yaitu suci secara niat (mengenali esensi belajar) dan suci hati (penuh keikhlasan).

    ReplyDelete
  30. Hajra Yansa
    19701251012
    S2 PEP A 2019

    Saya sepakat prof untuk mempelajari filsafat tidak cukup hanya dengan membaca referensi baik dibuku dan internet. Berfilsafat juga membutuhkan berkontemplasi untuk merefleksi diri dan fenomena apa yang terjadi dalam hidup dan lingkungan kita. Ini yang disebut dalam Alquran iqro. Yang tidak hanya diartikan secara kontekstual sebatas membaca teks, tetapi membaca tanda-tanda alam semesta dan kebesaran Tuhan. Terima kasih prof telah menuliskan elegi memahami elegi. Dari tulisan tersebut kami paham bahwa untuk mencapai logos kami harus belajar lebih dan bersabar dengan proses yang ada.

    ReplyDelete